Kamis, 16 Januari 2014

SIVA SIDDHANTA II (PENELITIAN PURA KAWITAN/SANGGAH KELUARGA)

SIVA SIDDHANTA II
(PENELITIAN PURA KAWITAN ATAU SANGGAH KELUARGA)


Dosen Pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H
         

IHDN DENPASAR



Oleh:

KADEK RUSMINI
10.1.1.1.1.3899

                         



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2012


1.             Sejarah Pura Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung
A.           Babab Pangeran Tangkas Kori Agung di Desa Tangkas, Klungkung
Dalam cerita Babad Arya Kanuruhan, diceritakan bahwa Arya Kanuruhan memiliki tiga orang putra yaitu Arya Brangsinga, Arya Tangkas, dan Arya Pegatepan. Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi Tangkas yang sering pula disebut Pangeran Tangkas. Beliau bertugas (mendapat tugas) dari raja sebagai Rakryan Apatih, karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran Tangkas dipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling-aling raja. Kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak pernah ditolaknya.
Tersebutlah Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di wilayah Kertalangu oleh karena pemegang wilayah Kertalangu (keturunan Arya Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut karena mereka dikalahkan oleh semut. Untuk mengisi dan mengamankan wilayah Kertalangu ditempatkannyalah Pangeran Tangkas disana. Di Kertalangu inilah akhirnya Pangeran Tangkas tinggal menetap. Pangeran Tangkas beliau mempunyai seorang putra yang bernama Kiyayi Tangkas Dimade. Karena dimanjakan, akibatnya Tangkas Dimade buta mengenai huruf sandi.
Pada suatu hari ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana (hukum) orang ini harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja (Dalem) untuk membawa surat ke Badung (Kertalangu). Adapun isi surat ini adalah: pa - pa - nin - nga - tu - se - li - ba - ne - te - tih.
Dalam tulisan rahasia tersebut diatas, Dalem bermaksud membunuh orang yang membawa surat ini, akan tetapi setelah Sang membawa surat tiba di Kertalangu, maka Pangeran Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau pergi ke tegalan mencari burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan tersebut, dan Tangkas Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat tersebut karena Tangkas Dimade tidak bisa membaca hurup sandi maka surat yang diberikan oleh utusan tersebut diterima demikian saja. Setelah surat tersebut diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat. Pada saat ayahnya tiba di rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat tersebut kepada ayahnya dan dengan segera surat tersebut di baca isinya, berkatalah ayahnya kepada putranya Tangkas Dimade. ” Anakku Tangkas, apakah dosa yang kamu buat terhadap Dalem? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat ini? Apakah dosamu terhadap Dalem? dan bingunglah ayahnya berpikir-pikir mengenai hal tersebut. Berkatalah putra beliau ”Ya ayahku sama sekali saya tidak merasa diri bersalah terhadap Dalem, sedikitpun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau sesungsungan kita.
Mendengar ucapan putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya. Jika demikian halnya, tetapkanlah pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja (Dalem), bila kamu benar, hai ini merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu untuk menuju ke jalan sorga. Banyak lagi nasehat - nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi kematian itu. Sehingga hati anaknya mempunyai keikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya. Tak beberapa lama tersebarlah berita di seluruh wilayah Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan dibunuh oleh ayahanda. Sehingga banyaklah warga desa Kertalangu datang beritanya mengenai hal ikhwal terjadinya musibah tersebut. Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah Upacara mejaya-jaya dengan diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha. Setelah selesai upacara mejaya-jaya maka diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di dalam perjalanan menuju ke setra, Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis sepanjang jalan, karena Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih jejaka, dan sedang senangnya hidup. Setelah tiba di kuburan, disuruhlah Tangkas Dimade melakukan persembahyang­an kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran zenasah, untuk memohon tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma. Setelah selesai melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil keris lalu menusuk putranya yang tercinta, hanya satu kali tusukan, robohlah Tangkas Dimade pada saat itu juga.
Diceritrakan kembali orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan Maafkan hamba ratu Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat”. Melihat kejadian ini maka terkejutlah Dalem (raja) dan beliau berkataHai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat kembali? Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu? Katakanlah dengan cepat!”. Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata “Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra dari Ki Pangeran Tangkas, akan tetapi surat tersebut hamba haturkan saat putra beliau berada di tengah sawah. Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau tidak ada di rumah, dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba dengan cepat tiba kembali”. Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran Tangkas, walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat putra Pangeran Tangkas telah terbunuh. Tercenganglah utusan raja karena terlambat dan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang raja, setelah menerima laporan beliau menjadi diam, dan berkata dalam hati beliau ”Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri yang tidak ada bersalah sama sekali karena baktimu kepadaku”.
Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di tinggalkan mati oleh putra beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem karena sedih hati beliau, walaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau untuk menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.
Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem dan akhimya diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di Kertalangu (Badung), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang untuk menghadap raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke Puri Gelgel. Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain-lainnya. Melihat Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata “Marilah engkau dekat padaku Tangkas”, datang bersembahlah Tangkas “Maafkan hamba orang yang hina dina ini duduk di bawah Tuanku”. Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada sedih, berkatalah kembali Sang Raja ” Hai kamu Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu, dan janganlah kamu duduk di bawah, marilah engkau dekat denganku”. Karena perintah raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.
Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada raja, maka mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan lembut, dan kata beliau (raja) sebagai berikut:
”Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin bertanya kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada rajamu. Apakah hal tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan perintahku yang kurang tegas itu padamu?”. Mendengar pertanyaan raja ini, menyautlah Pangeran Tangkas ” Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua karena bakti hamba kepada sungsungan hamba yaitu Tuanku sendiri”. Mendengar ucapan Pangeran Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa keturunan itu adalah yang amat penting dalam ajaran agama, karena itulah beliau berpikir-pikir lalu bersabda:
“Hai kamu Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih, karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah itu semua! Akan telapi untuk meneruskan keturunanmu itu agar Tangkas jangan menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau harus ambil, untuk meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus akan tetapi ada yang ku minta kepadamu adalah:
1.    Janganlahkamu menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan olehku sendiri.
2.    Apabila anak itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil dengan nama Ki Pangeran Tangkas Kori Agung
Dari hal tersebut di atas maka Tangkas lalu berkata Maafkanlah hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba akan terkutuk, sehingga hamba kena tulah dan hamba disebut langgana oleh seluruh jagat”. Kemudian berkatalah Sang raja kembali ”Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku dan engkau harus laksanakan”. Karena hal ini merupakan perintah Sang raja, maka istri raja kemudian diambii oleh Tangkas lalu di bawa ke Badung. Dan sampai di Badung maka diadakannya suatu upacara perkawinan yang sangat besar dengan mengundang banyak keluarga.
Setelah upacara selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat tampan dan gagah perkasa yang diberi nama Pangeran Tangkas Kori Agung. Oleh karena itu gembiralah wilayah Kertalangu kembali. Di dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkan kepada Kiyayi Tangkas pada masa mudanya bernama Ni Luh Kayu Mas, yang berasal dari keluarga Bendesa Mas. Lahirlah putra raja yang bemama Pangeran Tangkas Kori Agung di tengah-tengah keluarga Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putra raja atau putra dalem. Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari keluarga Tangkas. Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra dan beliau sering datang dan menghadap Dalem di Gelgel. Melihat hal ini akhirnya Sang raja meminta kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan mengawini putri dari keturunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali, keturunan, dan Jawa tetap terpelihara, oleh karena Patih Arya Kepasekan adalah patih Bali yang merupakan keturunan langsung dari Arya Kepasekan yang pernah datang ke Mojopahit untuk menghadap kepada Patih Gajah Mada, bersama dengan pembesar Bali lainnya, seperti: Arya Pasek dan Patih Ulung untuk penobatan raja Bali, demi amannya Bali dari pembrontakan-pembrontakan orang yang tidak puas terhadap Mojopahit. Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhimya Dalem Sri Kresna Kepakisan diorbitkan untuk menjadi raja di Bali, oleh Patih Gajah Mada. Untuk mengenang jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran Tangkas Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran Tangkas Kori Agung dengan Putri Arya Kepasekan, lahirlah seorang putri yang bernama Gusti Ayu Tangkas Kori Agung
Untuk melanjutkan keturunan dan Pangeran Tangkas Kori Agung dan mempererat hubungan dengan Pasek Gelgel, karena Pasek Gelgel berada di Gelgel yang merupakan pusat ibu kota kerajaan Gelgel dan Puri juga berada di Gelgel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkannyalah Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Agung Pasek Gelgel.
Menurut Babad Pasek yang diterjemahkan olah I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku Balimas, tahun 1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status parkawinan ini sebagai berikut: “Hai anakku Gusti Agung Pasek Gelgel, karena engkau suka kepadaku, kini bapak menyerahkan diri kepadamu, oleh karena bapak tidak mempunyai keturunan laki (tidak beranak laki-laki) kini ada seorang anakku perempuan, saudara sepupu olehmu, apabila kamu suka, bapak berilah kepadamu, Gusti Ayu. Dan lagi ada harta benda bapak, yaitu isi rumah tangga serba sedikit, pelayan 200 orang, semuanya itu anakku menguasainya. Pendeknya engkau menjadi anak angkatku. Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku menyelesaikan jenazahku. Yang penting permintaanku ialah agar sarna olehmu melakukan upacara sebagai Bapak kandungmu sendiri, dan peringatanku kepadamu, oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas kepada leluhur kita yaitu supaya jangan putus turunan-turunan kita dengan sebutan Bendesa sebab supaya mudah oleh beliau kelak mengingati turunan-turunan beliau bila ada lahir dan beliau. Kini oleh karena bapak memang berasal dari sana, sebab itu bapak minta kepadamu bila kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu terutama kepada bapak, adanakmu lahir dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada juga yang memakai sebutan Bendesa Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah leluhur kita mengingati turunan turunannya nanti di Sorga”. (Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82, Tahun; 1982).
Demikanlah kata-kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori Agung, lalu Ki Gusti Pasek Gelgel berunding dengan saudara-saudara sepupu dan mindonnya, akhimya disetujui oleh semua saudara-saudara Pasek, sehingga akhimya terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung. Jadi status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang kawin dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah Tangkas Kori Agung, yang juga hadir dalam perjamuan itu semua keluarga I Gusti Pasek Gelgel, di samping tamu yang lainnya. Dari Perkawinan antara Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek Gelgel, maka dikaruniai 4 (empat) orang putra dengan nama yaitu:
1.    Anak yang pertama bernama Pangeran Tangkas Kori Agung.
2.    Anak kedua Bendesa Tangkas.
3.    Anak ketiga Pasek Tangkas.
4.    Anak ke empat, Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung.
Demikianlah keturunan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas seterusnya. Karena keluarga Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengan raja dan masyarakat. Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari raja sebagai berikut:
1.    Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari raja lebih-lebih
Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk,
yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
2.    Karena jasanya sebagai pengawal terdepan dari raja maka Tangkas
diberikan tanda jasa oleh raja berupa:
a.    Tangkas tidak boleh dihukum mati.
b.    Tidak boleh dirampas artha bendanya.
c.    Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman mati dapat dilakukan dengan hukuman buangan selama satu bulan.
d.   Bebas pajak.
e.    Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus dihapuskan. Jasmat
kataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.
3.    Melakukan upacara yang ada di Besakih.
Guna memuja leluhur mereka yang ada di Tanah Jawa, yang kemudian menjadilah Pura Kawitan Tangkas Kori Agung sekarang. Demikianlah riwayat Arya Kanuruhan, sebagai peletak batu pertama Pura Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung, di Desa Tangkas, Kecamatan , Kabupaten Klungkung.
(Gambar Nama Pura Kawitan Pusat Pangeran Tangkas Kori Agung di Desa Tangkas)


B.            Pura Dadia/Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung di Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Karangasem
Diceritakan bahwa dahulu Leluhur dari Pangeran Tangkas Kori Agung mengadakan perjalan bersama keluarga. Namun ditengah perjalanan menuju kembali ke Daerah Tangkas di Klungkung terjadi banjir besar sehingga tidak bisa kembali. Para Leluhur Pangeran Tangkas Kori Agung ngiasa/tinggal disana sementara waktu dan jika mereka selamat dalam kejadian ini, suatu hari nanti akan mendirikan pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung di Dusun Yeh Malet, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Karangasem. Itu sejarah singkat mengenai pembangunan Pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung di Dusun Yeh Malet, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Karangasem. Karena sumber wawancara terbatas jadi penulis hanya mewawancarai satu orang narasumber yang sekiranya mengetahui sejarah singkat dalam pendirian Pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung di  Dusun Yeh Malet, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Karangasem. (sumber wawancara dengan Nyoman Sumerta)
(Gambar Lisan/Papan Pengenal Pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung)

(Gambar Tampak Depan Pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung)

(Gambar Pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung)

C.          Pura Kawitan atau Sanggah Keluarga di Dusun Seraya, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Karangasem
Dalam pembuatan Tugas ini karena keterbatasan Sumber, baik buku maupun subyek wawancara karena para tetua telah banyak yang wafat. Secara singkat pembuatan sanggah keluarga di Dusun Seraya, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Karangasem ini untuk mengingatkan bahwa kita satu kelurga/saudara satu garis keturunan dari leluhur dan karena banyak anggota keluarga yang tinggal jauh atau merantau di Denpasar, Badung, Gilimanuk, Buleleng dan Lombok. Anggota Keluarga yang sekarang ada dan masuk ke dalam keluarga ini terdiri kurang lebih 30 KK (kepala keluarga). Sanggah Keluarga ini didirikan sekitar tahun 1976, dan mengalami renovasi tahun 2010. Dalam pembuatannya diukur menggunakan Sima karma atau tampak kaki sebanyak 45 tampak kaki (langkah) berbentuk bujur sangkar (persegi). Terdiri dari 3 bangunan yaitu Bale Gong, Bale Pesandekan dan Palinggih-Palinggih dalam Pamerajan.
(Gambar Tampak Atas Sanggah Keluarga)

(Gambar Sanggah Keluarga)

2.             Makna Masing-Masing Palinggih di Pura Kawitan/Sanggah Keluarga
Sanggah Pamerajan berasal dari kata Sanggah, artinya tempat suci; dan pamerajan berasal dari Praja artinya keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan artinya tempat suci bagi suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek Sanggah atau Merajan. Fungsi dari Sanggah Keluarga ini adalah:
a.    Sebagai tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dan Para Leluhur/Kawitan.
b.    Sebagai tempat berkumpul sanak keluarga dalam upaya mempererat tali keluarga.
c.    Sebagai tempat kegiatan sosial/pendidikan yang berkaitan dengan Agama.
Berikut ini penjelasan masing-masing palinggih yang ada di Sanggah Keluarga penulis:
A.           Palinggih Kawitan (Rong Dua)
Palinggih Kawitan/Rong Dua adalah sebuah bangunan suci yang beruang dua tempat memuja leluhur. Di masyarakat Hindu khususnya di Balli bangunan ini diberi nama bermacam-macam sesuai dengan loka dresta, ada yang menamakan linggih Hyang Kompiang, ada yang menyebutkan linggih Bethara Hyang, dan ada juga yang memberi sebutan linggih kawitan. Bangunan ini adalah merupakan stananya para Rokh-rokh Suci (Dewa Pitara) dari suatu clan/keturunan dengan sebutan “Sang Hyang Sri Prajapati” dengan swabhawa atma dan Antaratma yaitu rokh-rokh yang bersifat purusa dan predana.
v   Mantra yang digunakan dalam pemujaan Palinggih Kawitan 
v   Busana untuk Palinggih Kawitan ini ialah
v   Banten yang digunakan saat persembahyangan atau piodalan yaitu

(Gambar Palinggih Kawitan)

B.            Palinggih Pengelurah
Bangunan suci ini memiliki dua macam bentuk, ada yang memakai bentuk tepas sari (seperti gedong) dan ada juga yang memakai bentuk tepasana (tidak beratap), kedua-duanya boleh. Kata panglurah asal katanya lurah yang artinya pembantu (pepatih), mendapat awalan pe dan sisipan ng menjadi kata kerja, jadi pengelurah artinya bertugas menjadi pembantunya para Dewa atau Dewata (menjadi patihnya) pada setiap Pura/Pamerajan. Pengelurah ini merupakan manifestasinya Sang Hyang Widhi sebagai swabhawa “Butha Dewa” yang maksudnya setengah Dewa, setengah Butha, termasuk kelompok Gandarwa. Beliau berfungsi sebagai penjaga para Dewa atau Dewata, disamping sebagai juru bicara atau sebagai katalisator antara Dewa, Dewata dengan manusia sebagai umatnya. Dengan kata lain beliau sebagai penyampai dari sembah bhakti umat, dan penyampaian anugrah dari para Dewa, Dewata kepada manusia melalui kleteg hatinya manusia.
v   Mantra yang digunakan dalam pemujaan Palinggih Pengelurah 
v   Busana untuk Palinggih Pengelurah ini ialah
v   Banten yang digunakan saat persembahyangan atau piodalan yaitu

(Gambar Palinggih Panglurah)

C.           Palinggih Kemulan (Rong Tiga)
Penamaan Ista Dewatanya pada bangunan suci kemulan sesuai dengan sumber-sumber sastra yang ada, adalah merupakan manifestasi Sang Hyang Widhi setelah bermanifestasi memberi kekuatan pada jalan simpang Tiga (Marga Tiga) yaitu dengan swabhawa “Sang Hyang Sapuh Jagad”, Beliau bermanifestasi ke Pamerajan yaitu pada bangunan suci kemulan dengan swabhawanya sebagai “Sang Hyang Guru Suksma”. Sang Hyang Guru Suksma memiliki kemahakuasaan Tri Murti, yaitu dengan manifestasinya Brahma bermanifestasi lagi sebagai “Sang Hyang Sri Guru”, dengan swabhawanya Sang Hyang Atma, yang memberikan kekuatan gaib pada rong kanan (Tengen). Sang Hyang Sri Guru memiliki kemahakuasaan untuk mengikat dan mengayomi para rokh-rokh suci leluhur (Dewa Pitara) yang bersifat purusa (laki-laki). Sang Hyang Guru Suksma memiliki kemahakuasaan Tri Murtinya dengan manifestasi Wisnunya berupa swabhawa sebagai “Sang Hyang Sri Adhi Guru” memiliki kemahakuasaan sebagai Antaratma untuk mengikat dan mengayomi para rokh-rokh suci leluhur yang bersifat predana (perempuan) dan berstana pada Rong Kiri Kemulan. Selanjutnya Sang Hyang Guru Suksma memiliki manifestasinya sebagai Siwa dengan swabhawa “Sang Hyang Sri Parama Adhi Guru” memiliki sifat-sifat keTuhanan yang murni, sebagai sumber dari kekuatan Sri Guru dan Sri Adhi Guru, sehingga tercipta keserasian, keseimbangan dari dua kekuatan yaitu kekuatan purusa dan prakerti yang menimbulkan Rwa Bhineda.
v   Mantra yang digunakan dalam pemujaan Palinggih Kemulan (Rong Tiga) yaitu
v   Busana untuk Palinggih Kemulan (Rong Tiga) ini ialah
v   Banten yang digunakan saat persembahyangan atau piodalan yaitu

(Gambar Palinggih Kemulan)

D.           Palinggih Surya
Palinggih Surya, sebuah bangunan suci untuk memuja Sang Hyang Surya Raditya sebagai saksi segala kegiatan manusia khususnya ritual yadnya. Dalam Lontar Siwagama gelas Surya Raditya adalah gelar dari Dewa Surya atas anugrah dari Sang Guru (dewa Siwa) karena bhakti dan kepandaian beliau. Hyang Suryadiberikan anugrah juga sebagai Upa Saksi segala kegiatan manusia dan pemberi cahaya, pemusnah segala kegelapan.
v   Mantra yang digunakan dalam pemujaan Palinggih Surya yaitu:
v   Busana untuk Palinggih Surya ini ialah
v   Banten yang digunakan saat persembahyangan atau piodalan yaitu

(Gambar Palinggih Surya)

E.            Palinggih Gedong Sari
Bangunan suci ini merupakan simbul (sawitarka) bahwa manifestasi Sang Hyang Widhi yang berstana atau distanakan pada bangunan ini memiliki suatu fungsi profesi sesuai dengan kebutuhan manusia di dunia. Manifestasi Sang Hyang Widhi yang distanakan pada bangunan ini adalah “Sang Hyang Sri Sedana”, yaitu merupakan Dewi kesejahteraan dunia (Artha), memberikan jalan atau petunjuk kepada manusia melalui nalurinya untuk dapat mencapai dan menikmati kehidupan yang sejahtera.
v   Mantra yang digunakan dalam pemujaan Palinggih Gedong Sari 
v   Busana untuk Palinggih Gedong Sari ini ialah
v   Banten yang digunakan saat persembahyangan atau piodalan yaitu

(Gambar Gedong Sari)

F.            Palinggih Gedong Sari Masatu
Bangunan suci ini berbentuk Gedong Sari yang merupakan manifestasi Sang Hyang Widhi sebagai “Sang Hyang Sri Dewi” sebagai dewa kesuburan dan menjadi simbul Dewa Padi dan beras dengan sebutan “Sang Hyang Manik Galih”.
v   Mantra yang digunakan dalam pemujaan Palinggih Gedong Sari Masatu 
v   Busana untuk Palinggih Gedong Sari Masatu ini ialah
v   Banten yang digunakan saat persembahyangan atau piodalan yaitu

(Gambar Gedong Sari Masatu)

G.           Bale Piasan
Piasan berasal dari kata Pehiasan artinya tempat mengias atau merangkai simbul, seperti daksina pelinggih, arca, sebelum distanakan pada bangunan suci dan tempat upakara yang akan dipersembahkan. Manifestasi Sang Hyang Widhi yang berstana pada bangunan ini adalah “Sang Hyang Wenang”. Dari kata wenang yang artinya segala manifestasi Sang Hyang Widhi bisa distanakan pada bangunan piasan.

(Gambar Bale Piasan)

H.           Apit Lawang
Pengertian Pelingih Apit lawang adalah pelinggih yang berada di depan pintu masuk merajan. Pelinggih ini terletak disebelah kanan dan kiri pintu masuk. Apit lawang merupakan stana dari Bhatara Kalla dengan bhiseka jaga-jaga yang bertugas sebagai pecalang

(Gambar Apit Lawang)

I.              Palinggih Penunggun Karang
Bangunan suci ini merupakan manifestasi Sang Hyang Widhi yang berstana pada bangunan suci penunggun karang adalah “Sang Hyang Durga Manik” sebagai kekuatan pelindung, pengayom dan pendidik umat manusia. Dikatakan sebagai pelindung dan pengayom karena Beliau memiliki kemahakuasaan menolak perbuatan jahat dan Beliau memberi anugrah jalan kehidupan manusia agar mencapai keserasian, keseimbangan dan keharmonisan dengan alam. Dikatakan  sebagai pendidik, apabila manusia tidak ingat dengan keberadaan Beliau maka Beliau akan mendidik dengan cara mengganggu keserasian, keseimbangan manusia dengan alam sehingga muncul beberapa masalah seperti sakit, keributan dan lain sebagainya. Dengan demikian Beliau memiliki dua kekuasaan yaitu kekuatan Dharma dan Wisesa.

3. Banten, Busana dan Kristalisasi Merajan
Banten yang digunakan pada saat piodalan di Merajan adalah banten Peras Pejati, Suci 1 Soroh, Peras Penyeneng dan Prayascite. Yang dilinggihkan pada setiap palinggih yang ada di Merajan lengkap dengan Daksina Linggihnya. Karena setiap odalan Daksina itu selalu diganti. Pelaksanaan Piodalan di Merajan Saya setiap enam bulan, yang jatuh pada Buda Manis Wuku Dukut.Wastra atau busana untuk semua pelinggih itu sama, yaitu Putih dan Kuning. Makna dari penggunaan warna putih dan kuning itu adalah, putih melambangkan

Menurut Dr. Goris, sekte-sekte yang pernah ada di Bali setelah abad IX meliputi Siwa Sidhanta, Brahmana, Resi, Sora, Pasupata, Ganapatya, Bhairawa, Waisnawa, dan Sogatha (Goris, 1974: 10-12). Pada mulanya sekte-sekte tersebut hidup berdampingan secara damai. Lama-kelamaan justru sering terjadi persaingan. Bahkan tak jarang terjadi bentrok secara fisik. Hal ini dengan sendirinya sangat menganggu ketentraman Pulau Bali. Sehubungan dengan hal tersebut, raja lalu menugaskan kepada Senapati Kuturan untuk mengatasi kekacauan itu. Atas dasar tugas tersebut, Mpu Kuturan mengundang semua pimpinan sekte dalam suatu pertemuan yang dilakukan di Bataanyar (Samuan Tiga). Pertemuan ini mencapai kata sepakat dengan keputusan Tri Sadaka dan Kahyangan Tiga. Kesepakatan semua sekte-sekte ini mengatas namakan diri sebagai sekte Siva Siddhanta yang merupakan menggabungan semua sekte-sekte yang ada.

Jadi dapat disimpulkan dalam Merajan/Sanggah Keluarga saya sudah merupakan kristalisasi dari sekte-sekte yang ada ke dalam Siva Siddhanta. Dapat dilihat dari berbagai pandangan yaitu:
1.            Pemujaan pada masing-masing pelinggih yang mewakili sekte-sekte yang ada. Misalnya pada Palinggih Surya merupakan pemujaan bagi sekte sora yang mengutamakan pemujaan kepada Matahari (Sinar surya). Kemudian Kemulan dan Kawitan yang merupakan palinggih untuk memuja Tri Murti dan Leluhur. Palinggih Penglurah yang merupakan kristalisasi Sekte Gonapatya karena memuja setengah Dewa dan Setengah Bhuta. Palinngih Gedong Sari dan Gedong Sari Masatu merupakan kritaslisasi dari sekte waisnawa yang memuja sakti yaitu dewi sri (kemakmuran dan kesejahteraan).
2.           Banten yang digunakan merupakan sudah kristalisasi dalam Siva Sidhanta dapat dilihat dari penggunaan banten pejati dalam Nawa Dewata dimana bnaten Peras kepada Sanghyang Isvara, Daksina kepada Sanghyang Brahma, Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu dan Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva. Dan masing-masing komponen yang juga merupakan kristalisasi sekte-sekte lain seperti sekte waisnawa penggunaan air (tirta), tuak, arak dan berem. Sekte Bhairawa dalam penggunaan daging dalam banten seperti daging ayam, babi dan lain-lain.

3.         Wastra/busana pelinggih yang digunakan merupakan kristalisasi dari Nawa Dewata dimana Putih (Dewa Iswara) arah timur dan Kuning (Dewa Mahadewa) arah barat. Putih melambangkan kesucian dan kuning kebijaksanaan. Diibaratkan seperti matahari yang terbit ditimur lahir dengan kesucian dan tenggelam dengan sebuah kebijaksanaan dalam berbuat.


DAFTAR PUSTAKA

Musna.Wayan,ddk.1998.Babad Arya Kanuruhan.Karangasem:Warga Arya Kanuruhan
Gunawan, I Ketut Pasek.2012.Bahan Ajar Sivasiddhanta II.Singaraja:Tanpa Penerbit
Sudarsana,I.B Putu.1998.Ajaran Agama Hindu Manifestasi Sang Hyang Widhi.Denpasar:Yayasan Dharma Acarya Mandara Sastra





2 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    BalasHapus