Senin, 23 Desember 2013

Psikologi Pendidikan 2 (Individu)


PSIKOLOGI PENDIDIKAN II
TEORI BELAJAR KOGNITIF

Dosen Pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H





IHDN DENPASAR



Oleh:

KADEK RUSMINI
10.1.1.1.1.3899


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2011



KATA PENGANTAR


Om Suastiastu,
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat dan bimbinganNya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas partisipasinya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dengan maksud dapat lebih menyempurnakan tugas makalah yang penulis buat. Harapan penulis, semoga makalah ini banyak memberi manfaat bagi para pembaca, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Om Santih, Santih, Santih Om
Singaraja, Desember 2011
                                                                                    Penulis


DAFTAR ISI

Kata pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian, Prinsip, Metode, dan Tujuan Teori Belajar Kognitif
2.2 Teori Belajar Kognitif Menurut Para Ahli
2.3 Penerapan Teori Belajar
Bab III Penutup
Daftar Pustaka


BAB I
Pendahuluan

1.1 Latarbelakang
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah laku keterampilan, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya, dan daya penerimaannya. Jadi belajar adalah sebuah proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa.
Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa. Untuk itu maka penting untuk mengetahui teori-teori belajar yang akan digunakan dalam proses belajar-mengajar. Dalam pembelajaran di kelas seorang guru perlu memperhatikan kondisi siswa yang berhubungan dengan perhatian, motivasi dan lain-lain. Sehubungan dengan itu agar seorang guru dapat menyiapkan pembelajaran yang efisien dan efektif, serta dapat memecahkan berbagai permasalahan pembelajaran dikelasnya sesuai dengan prinsip-prinsip belajar, maka sebagai calon guru perlu mempelajari teori belajar, yaitu khususnya teori belajar kognitif yang akan dibahas dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian, prinsip, model dan tujuan teori belajar kognitif?
1.2.2 Bagaimana penjelasan teori oleh para ahli?
1.2.3 Bagaimana penggunaan teori belajar kognitif?

1.3 Tujuan Pembelajaran
1.3.1 Untuk mengetahui apa pengertian, prinsip dan tujuan teori belajar kognitif
1.3.2 Untuk mengetahui penjelasan teori oleh para ahli
1.3.3 Untuk mengetahui penggunaan teori belajar kognitif

BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian, Prinsip, Model dan Tujuan Teori Belajar Kognitif
2.1.1 Teori Belajar Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah  pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize.

2.1.2 Prinsip-prinsip Teori Belajar Kognitif
Berdasarkan berbagai pandangan maka prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.1.2.1 Belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berfikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah dan kesadaran walaupun tidak tampak merupakan sesuatu yang diteliti.
2.1.2.2 Sehubungan dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan perilaku si belajar yang tampak seperti penyelesaian tugas rumah, hasil tes, di samping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologisnya.
2.1.2.3 Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berfikir orang tidak sama antara yang satu dengan yang lain dan tidak tetap dari waktu ke waktu yang lain.

2.1.3 Model Teori Kognitif
Pendekatan Kognitif sudah sejak lama diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Selama perkembangannya ada empat model teori kognitif yang paling berpengaruh di dunia pendidikan dewasa ini, yaitu :
2.1.3.1 Teori belajar Bruner dengan model belajar penemuan.
2.1.3.2 Teori belajar Ausubel dengan model belajar bermakna
2.1.3.3 Teori belajar Robert Gagne dengan model pemrosesan informasi
2.1.3.4 Teori “Perkembangan Intelektual” Jean Piaget .

2.1.4 Tujuan Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif ini sangat erat hubungan dan berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Tujuan dari teori psikologi adalah untuk membentuk hubungan yang teruji, yang teramalkan dari tingkah laku orang-orang pada ruang kehidupan mereka secara spesifik sesuai situasi psikologisnya. Teori kognitif dikembangkan terutama untuk membantu guru memahami orang lain, terutama muridnya. Ternyata hal ini dapat membantu si guru untuk memahami dirinya sendiri dengan lebih baik. Dalam teori kognitif belajar diartikan proses interaksional di mana seseorang memperoleh insight baru atau struktur kognitif dan merubah hal-hal yang lama.
Teori belajar kognitif dibentuk dengan tujuan mengkonstruksi prinsip-prinsip belajar secara ilmliah yang dapat diterapkan ke situasi kelas dengan menghasilkan prosedur-prosedur di kelas untuk mendapatkan hasil yang paling produktif. Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungan psikologisnya merupakan faktor-faktor yang saling tergantung satu dan lainnya. Teori ini dikembangkan berdasarkan tujuan yang melatar belakangi prilaku, cita-cita, cara-cara seseorang dan bagaimana seseorang memahami diri dan lingkungannya dalam usaha untuk mencapai tujuan orang tersebut. Setiap pengertian yang diperoleh berdasarkan pengertian yang diperoleh dari memahami diri sendiri dan lingkungannya yang disebut insight.

2.2 Teori Belajar Menurut Para Ahli
2.2.1 Teori Belajar Menurut Bruner
Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan  agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
2.2.1.1 Empat Tema Tentang Pendidikan.
Bruner mengemukakan empat tema pendidikan:
1. Struktur pengetahuan.
Adanya struktur pengetahuan membantu siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatan tidak ada hubungan dapat dihubungkan.
2. Kesiapan untuk belajar.
Mencakup penguasaan ketrampilan yang lebih sederhana yang mengizinkan seseorang untuk mencapai ketrampilan-ketrampilan  yang lebih tinggi.
3. Intuisi dalam proses pendidikan.
Dengan intuisi, menurut Bruner dapat mengantarkan seseorang untuk sampai pada tahap kesimpulan tanpa melalui langkah-langkah analitis, yakni semacam “educated Guess” Yang kerap digunakan oleh para saintis dan orang-orang kreatif lainnya.
4. Motivasi untuk belajar.
Motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-cara yang ada pada guru untuk merangsang motivasi.
2.2.1.2 Untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna, hampir setiap orang dewasa melalui tiga sistem ketrampilan. Ketiga system ketrampilan itu antara lain:
1. Penyajian Enaktif
Penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulative. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran  atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik.
2. Penyajian Ikonik 
Didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep tetapi tidak mendefinisikan  sepenuhnya konsep itu. Penyajian ikonik tertinggi pada umumnya dijumpai pada anak-anak berumur antara 5 sampai 7 tahun, yaitu periode waktu anak sangat tergantung pada penginderaannya sendiri. Dengan mendekati masa adolesensi, bahasa menjadi hal yang penting sebagai suatu media berpikir. Maka orang mencapai suatu transisi dari penggunaan penyajian ikonik yang didasarkan pada penginderaan  ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada system berpikir abstrak, arbitrer dan lebih fleksibel.
3. Penyajian simbolik
Dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek; memberikan struktur hierarkis pada konsep-konsep, dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan  alternative dalam suatu cara kombinatorial.

2.2.1.3 Belajar Penemuan.
Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. belajar bermakna dengan arti seperti diberikan diatas, merupakan satu-satunya macam belajar yang mendapat perhatian Bruner.
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi secara katif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Namun ia juga menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu, karenanya ia menyarankan  agar penggunaan belajar penemuan hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi.
1. Tahap-tahap penerapan belajar penemuan, yaitu:
1) Stimulus (pemberian perangsang/stimuli), kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang siswa untuk berpikir, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2) Problem Statement (mengidentifikasi masalah), memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya ke dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara dari masalah tersebut)
3) Data Collection (pengumpulan data), memberikan kesempatan untuk siswa mengumpukan informasi yang relevan untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis tersebut.
4) Data Processing (pengolahan data), mengolah data yang diperoleh melalui kegiatan wawancara, observasi, dan lain-lain. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5) Verivikasi, mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan pengolahan data.
6) Generalisasi, menarik kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verivikasi.

2.2.2 Teori Belajar Menurut Jean Piaget
Jean Piaget meneliti dan menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil.
Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan :
1. Refleks-refleks pembawaan ; misalnya bernapas, makan, minum.
2. Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati

2.2.2.1 Tahap Teori Piaget
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
1. Tahap Sensorik Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.
2. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.
3. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.
4. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
1) Universal (tidak terkait budaya)
2) Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
3) Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
4) Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
5) Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif

2.2.2.2 Konsep Teori Piaget
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu;
1. Intelegensi
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga tidak mendefinisikan secara ketat. Ia memberikan definisi umum yang lebih mengungkap orientasi biologis. Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
2. Organisasi
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
3. Skema
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
4. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
5. Akomodasi
Akomodasi adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan yang ada.
6. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

2.2.3 Teori Belajar Menurut Robert Gagne
Robert Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, MA. Beliau mendapatkan gelar A.B. pada Yale tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar Ph.D. dalam Psychology dari Universitas Brown. Mengajar pada ConnecticutCollege for Women dari 1940-49 dan kemudian pada PennStateUniversity dari 1945-1946. Antara 1949-1958, Gagne menjadi direktur “perceptual and motor skills laborartory” dari U.S. Air force. Pada saat itu dia mulai mengembangkan beberapa idenya yaitu teori belajar yang disebut The Conditions of Learning
Pada 25 tahun terakhir beliau adalah professor pada Department of Education Research at Florida State University di Tallahassee. Gagne melihat proses belajar mengajar dibagi menjadi beberapa komponen penting yaitu:
1. Fase – fase pembelajaran
2. Kategori utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes
3. Kondisi atau tipe pembelajaran
4. Kejadian-kejadian instruksional

2.2.3.1 Fase-fase dalam belajar
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:
1. Fase Receiving the stimulus situation (apprehending)
Merupakan fase seseorang memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya “golden eye” bisa ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu dapat spontan diterima atau seorang Guru dapat memberikan stimulus agar siswa memperhatikan apa yang akan diucapkan.
2. Fase Stage of Acquition
Pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau boleh dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
3. Fase storage /retensi
Adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
4. Fase Retrieval/Recall
Adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.
5. Fase Motivasi
Sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar
6. Fase Generalisasi
Adalah  fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.
7. Fase Penampilan
Adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan
8. Fase Umpan Balik
Siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).

2.2.3.2 Kategori utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes
Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu :
1. Verbal Information (informasi verbal)
Adalah kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal.
2. Intellectual skills (keterampilan intelektual)
Merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang tertentu adalah terletak pada tingkat kompleksitasnya.
Untuk memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi aturan-aturan dan konsep terdefinisi, untuk memperloleh aturan – aturan ini siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk belajar konsep konkret ini siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi.
3. Cognitive strategies (strategi kognitif)
Merupakan sustu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa strategi kognitif adalah : (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3) strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, (5) strategi afektif.
4. Attitudes (sikap-sikap)
Merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian atau mahluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu yang menjadi hal penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.
5. Motor skills (keterampilan motorik)
Merupakan keterampilan kegiatan fisik dan penggabungan kegiatan motorik dengan intelektual sebagai hasil belajar. Keterampilan motorik bukan hanya mencakup kegiatan fisik saja tapi juga kegiatan motorik dengan intelektual seperti membaca, menulis, dllnya

2.2.3.3 Kondisi atau tipe pembelajaran
1. Signal learning (belajar isyarat)
Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui pengalaman-pengalaman menerima suatu isyarat tertentu untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya ada “Aba-aba siap” merupakan isyarat untuk mengambil sikap tertentu, tersenyum merupakan isyarat perasaan senang.
2. Stimulus-response learning  (belajar melalui stimulus-respon)
Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar atau respon tertentu yang diakibatkan oleh suatu stimulus tertentu. Melalui pengalaman yang berulang-ulang dengan stimulus tertentu sesorang akan memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.
3. Chaining (rantai atau rangkaian)
Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi. Misalnya : Pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.
4. Verbal association (asosiasi verbal)
Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal tertentu. Misalnya : seseorang mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang, bola dlsbnya. Lalu merangkai itu menajdi suatu pengetahuan geometris, sehingga seseorang dapat mengenal bola yang bulat, kotak yang bujur sangkar.
5. Discrimination learning (belajar diskriminasi)
Belajar diskriminasi adalah dapat membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, dapat membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya walaupun bentuk manusia hampir sama, dapat membedakan merk sepedamotor satu dengan yang lainnya walaupun bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari jaringan, kadang-kadang jika jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan interferensi atau tidak mampu membedakan.
6. Concept learning  (belajar konsep)
Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang bisa melakukan tetapi sangat terbatas, manusia dapat melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu misalnya : warna, bentuk, jumlah dllnya
7. Rule learning  (belajar aturan)
Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah, banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang telah mengenyam pendidikan. Misalnya : angin berembus dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, 1 + 1 = 2 dan lainnya. Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh yang konkrit.
8. Problem solving. (memecahkan masalah)
Memecahkan masalah merupakan suatu pekerjaan yang biasa yang dilakukan manusia. Setiap hari dia melakukan problem solving bayak sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus memiliki aturan-aturan atau pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan inilah dia dapat melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus memiliki konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki “sets” untuk memecahkannya dan suatu strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar ia produktif.

2.2.3.4 Kejadian-kejadian instruksional
Apakah yang terjadi dalam mengajar? Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol kondisi ekstern. Kondisi ekstern merupakan satu bagian dari proses belajar, namun termasuk tugas guru yang utama dalam mengajar.
Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut Gagne terkenal dengan “Nine instructional events” yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Membangkitkan perhatian.
Kegiatan paling awal dalam pembelajaran adalah menarik perhatian siswa agar siswa mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir pelajaran.
2. Memberitahukan Tujuan Pembelajaran pada siswa.
Agar siswa mempunyai pengharapan dan tujuan selama belajar maka pada siswa perlu dijelaskan tujuan apa saja yang akan dicapai selama pembelajaran dan jelaskan pula manfaat dari materi yang akan dipelajari bagi siswa dan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran.
3. Merangsang ingata pada materi prasyarat.
Bila siswa telah memiliki perhatian dan pengharapan yang baik pada pelajaran guru perlu mengingatkan siswa tentang materi apa saja yang telah dikuasai sehubungan dengan materi yang akan diajarkan.
4. Menyajikan bahan perangsang.
Menyajikan bahan kepada siswa berupa pokok-pokok materi yang penting yang bersifat kunci.
5. Memberi bimbingan belajar.
Bimbingan belajar diberikan dengan tujuan untuk membantu siswa agar mudah mencapai tujuan pelajaran atau kemampuan-kemampuan yang harus dicapainya pada akhir pelajaran.
6. Menampilkan unjuk kerja.
Untuk mengetahui apakah siswa telah mencapai kemampuan yang diharapkan maka mintalah siswa untuk menampilkan kemampuannya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh guru.
7. Memberikan umpan balik.
Memberi umpan balik merupakan fase belajar yang terpenting. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik umpan balik diberikan secara informatif dengan cara memberikan keterangan tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai siswa.
8. Menilai unjuk kerja.
Merupakan peristiwa pembelajaran yang bertujuan untuk menilai apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.
9.Meningkatkan retensi.
Peristiwa pembelajaran terakhir yang harus dilakukan guru adalah berupaya untuk meningkatkan retensi dan alih belajar.

2.2.4 Teori Belajar Menurut David Ausubel
Sebagai pelopor aliran kognitif, David Ausable mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. (Ratna Willis Dahar: 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar bermakna jika memenuhi prasayasat, yaitu:
1. Materi yang akan dipelajari melaksanakan belajar bermakna secara potensial
2. Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.
Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yyang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Dalam bahasa yang lebih sulit, menurut Ausubel, pengatur maju adalah sebuah alat mempersipkan struktur kognitif pembelajaran bagi pengalaman pembelajaran yang berlangsung. Ausubel berkontribusi dalam menciptakan adalah penekanannya pada hakikat aktif pembelajaran resepsi (reception learning).

2.3 Penerapan Teori Belajar
2.3.1 Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran
1. Sajikan contoh dan non contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
3. Beri satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk berusaha mencari jawabannya sendiri.
4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.

2.3.2 Penerapan Teori Belajar Piaget dalam Pembelajaran
Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi. Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu :
1. Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya.
Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman - pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud.
2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar.
Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan,
3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan.
Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu - individu ke dalam bentuk kelompok - kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal
4. Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi.
Menurut Piaget, pertukaran gagasan - gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.

2.3.4 Penerapan Teori Belajar Ausubel dalam Pembelajaran
1. Pilih suatu bacaan atau salah satu bab dari sebuah buku pelajaran
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan dari topik yang akan atau sudah diajarkan
3. Urutkan konsep-konsep tersebut dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif berikut contoh-contohnya.
4. Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas dari konsep yang paling inklusif ke konsep yang tidak inklusif secara berurutan dari atas ke bawah
5. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata sehingga menjadi sebuah peta konsep

BAB III
Penutup

3.1 Simpulan
Menurut Robert Gagne, belajar bukan merupakan proses yang tunggal melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, di mana tingkah laku merupakan hasil dari efek kumulatif dari belajar. Ia mendefinisikan belajar sebagai “Perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan”.
Menurut Jean Piaget, hakikat pengetahuan adalah interaksi yang terus menerus antara individu dan lingkungan. Tahap perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui empat tahap yaitu taha sensory-motor, pre-operasional, konkrit operasional dan tahap formal operasi.
Menurut Ausubel, bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Adapun langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel adalah :
1.Menentukan tujuan pembelajaran
2.Melakukan identifikasi karakteristik siswa.
3.Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnaya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
5.Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Jerome Bruner (1966) adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner antara lain:
1.Menentukan tujuan pembelajaran
2.Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
3.Memilih materi pelajaran
4.Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke generalisasi)
5.Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh ilustrasi tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6.Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak.
7.Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

3.2 Saran
Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pengajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan output yang bekualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
 Karena kemampuan dan wawasan saya yang kurang dan terbatas dalam pembuatan makalah ini, seperti pepatah tak ada manusia yang sempurna, sehingga masih ada kesempatan untuk memperbaikinya. Kepada pembaca makalah ini, saya berpesan untuk berkenan turut membantu mengkritik atau memeberikan tambahan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan pada makalah ini, karena makalah ini jauh dari sempurna.

 
DAFTAR PUSTAKA

Bruner, J.S. (1960). The Process of Education. New York: Vintage Books
Bruner, J.S. (1962). The Process of Education. Cambridge, MA: Harvard University Press
Dahar, Ratna Willis. (1989). Teori Belajar. Jakarta. Erlangga Press
Gagne, R.M. Briggs. L.J and Wager, W.W. (1988). Principles of Instructional Design. New York: Holt, Renehart and Winston
Gagne, R.M. (1977). The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart and Winston
Internet : 
www. teori-pembelajaran-kognitif.html
www.teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalamPembelajaran.html
www.TEORI BELAJAR_cocotku.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar