PSIKOLOGI
PENDIDIKAN II
(RESUME PSIKOLOGI
KRIMINAL)
DOSEN PENGAMPU :
I KETUT PASEK GUNAWAN, SP.H
Kelompok 6
Putu
Cintia Oktari Dewi (10.1.1.1.1.3897)
I
Gede Suliartawan (10.1.1.1.1.3898)
Kadek
Rusmini (10.1.1.1.1.3899)
Ni
Wayan Megawati (10.1.1.1.1.3900)
Ida
Bgs. Gd. Bajrajnyana
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS
DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2011
KATA
PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami
panjatkan kehadapan Ida Sang Yang Widi Wasa karena atas berkat dan rahmat-Nya
makalah yang berkaitkan tentang resume psikologi kriminal dapat terselesaikan
tepat pada waktunya
Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini atas dan pengarahan
dan bimbingan yang telah diberikan selama perkuliahan maupun di luar
perkuliahan yang sedikit tidaknya membantu penulis dalam penyelesaian penulisan
makalah ini.
Pada
kesempatan ini pun, penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak
terkait makalah ini, apabila ada kesalahan dan berbagai kekurangan yang mungkin
kurang berkenan dan perlu direvisi kembali mengingat makalah ini masih sangat
jauh dari kata sempurna.
Oleh
karena itu, penulis membuka ruang yang lebar bagi setiap kritik dan saran yang
membangun guna pengembangan, koreksi, bahkan penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya,
penulis menyampaikan selamat membaca makalah yang telah penulis persembahkan
ini. Semoga makalah ini dapat
berguna dan memenuhi fungsi sebagaimana mestinya. Terima kasih
Singaraja,11 Oktober
Penulis
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian psikologi
Kriminal
2.2. Macam – macam
kriminal
2.3. Faktor –faktor yang memicu
Kriminal
2.4. Teori – teori
Kriminal
2.5.Teori – teori tentang Tipe Fisik Seseorang
Kriminal
2.6. Ragam Pendekatan Psikologis Prilaku
Kriminal
2.7. Proses Individu menjadi
Penjahat
2.8. Cara mencegah
Kriminal
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kriminalitas
adalah masalah yang berupa suatu kenyataan social, yang sebab musababnya kerap
kurang dipahami, karena tidak melihat masalahnya menurut proporsi yang
sebenarnya secara dimensional. Perkembangan peningkatan dan penurunan kualitas
dan kuantitas kriminalitas, baik yang ada di daerah perkotaan maupun pedesaan
adalah relative dan interaktif sebab musababnya. Perkembangan di dalam dan di
luar manusia tertentu, mempengaruhi kecendrungan dan kemampuan untuk melakukan
perilaku yang criminal. Selanjutnya manusia tersebut mempengaruhi lebih lanjut
manusia di sekitarnya serta lingkungannya dalam usaha memenuhi keperluan fisik,
mental, dan social secara positif atau negative. Kriminalitas adalah suatu
hasil interaksi karena adanya interrelasi antara yang ada dan saling
mempengaruhi. Demikian juga perkembangan kriminalitas yang terjadi di daerah
perkotaan atau pedesaan.
Seperti yang kita ketahui, hampir setiap hari koran maupun
telivisi memberitakan kasus-kasus kriminalitas yang menimpa masyarakat.
Bentuknya beragam, ada perampokan, pemerasan, perampasan, penjambretan,
pembunuhan, perkosaan, pencopetan, penganiayaan, dan kata lain yang mengandung
unsur pemaksaan, atau kekerasan terhadap fisik ataupun harta benda korban. Berikut
ini salah satu contoh berita yang dikutip dari salah satu media di Surabaya. “Tembak
Mati Polisi, Gasak Rp. 1,9 Miliar Perampokan di Bank Mandiri Capem Jl. Bukit
Kota, Kota Pinang, Labuhan Batu. Bandit-bandit jalanan itu menembak dua polisi
dan satu diantaranya kabur dengan membawa uang hasil rampokan. Polisi sulit
mengetahui identitas pada perampok. Sebab mereka menutupi wajahnya dengan kain
sebo ketika menjalankan aksinya. Aksi perampokan yang terjadi pukul 10.000 WIB
pagi itu diawali dengan kedatangan sebuah Daihatsu Troper berplat BM.
Begitu berhenti di parkiran, beberapa penumpang mobil itu berhamburan turun.
Mereka langsung memberondongkan tembakan ke udara. “Empat orang menenteng senpi
laras panjang dan dua senpi genggam,”ujar saksi mata di tempat kejadian.
Setelah merobohkan Bripda Lauri, enam perampok masuk ke bank. Mereka
menodong kasir lalu memaksanya untuk mengumpulkan uang yang ada di bank. Kasir
yang ketakutan buru-buru mengambil semua uang seperti yang diminta perampok
(JP, 26 Oktober 2004). Kengerian, ketakutan, keheranan, kebencian dan
bahkan trauma psikologis barangkali yang menjadi kata-kata yang terungkap
setelah melihat atau mengalami peristiwa tersebut.
Banyak sudut pandang yang digunakan untuk memberikan
penjelasan fenomena tindakan kriminal yang ada. Pada kesempatan ini saya
mencoba dari sisi psikologis pelakunya. Sudut pandang ini tidak
dimaksudkan untuk memaklumi tindakan kriminalnya, melainkan semata-mata hanya
sebagai penjelasan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas, dapat ditarik suatu permasalahan bahwa maksud dari
penusilsan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Apa Pengertian dari psikologi
krimanal
b.
Macam- macam kriminal
c.
Factor – factor pemicu terjadinya criminal
d.
Apa saja teori – teori criminal
e.
Teori – teori tentang tipe fisik
seorang criminal
f.
Apa ragam pendekatan psikologis
prilaku kriminalitas
g.
Bagaimana proses individu menjadi
penjahat
h.
Bagaiman cara mencegah kriminal
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan permasalahan diatas dapat dicari suatu
tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui pengertian dari psikologi criminal
b. Apa
saja yang termasuk dalam kriminal
c. Untuk
mengetahui penyebab – penyebab terjadinya criminal
d. Mengetahui
teori – teori dari criminal
e. Untuk
mengetahui tipe fisik seorang kriminal
f. Mengetahui
ragam pendekatan psikologis perilaku kriminalitas
g. Mengetahui
proses individu menjadi penjahat
h. Mengetahui
cara mencegah kriminal
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN PSIKOLOGI KRIMINAL
Psikologi
kriminal merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari psikologi (kondisi
perilaku atau kejiwaan) si penjahat serta semua atau yang berhubungan baik
langsung maupun tak langsung dengan perbuatan yang dilakukan dan keseluruhan-keseluruaan
akibatnya. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat di tarik pemahaman bahwa
ilmu psikologi kriminal merupakan suatu metode yang di pergunakan guna
mengidentifikasi penyebab terjadinya kejahatan yang diakibatkan oleh kelainan
perilaku atau faktor kejiwaan si pelaku tindak pidana.
Psikologi
kriminal dalam hal ini juga mempelajari tingkah laku individu itu khususnya dan
juga mengapa muncul tingkah laku asosial maupun bersifat kriminal. Tingkah laku
individu atau manusia yang asosial itu ataupun yang bersifat kriminal tidaklah
dapat dipisahkan dari manusia lain, karena manusia yang satu dengan lainnya
adalah merupakan suatu jaringan dan mempunyai dasar yang sama.
Menurut
ahli-ahli ilmu jiwa dalam bahwa kejahatan merupakan salah satu tingkah laku
manusia yang melanggar hukum ditentukan oleh instansi yang terdapat pada diri manusia itu sendiri. Hal ini tidak
lain disebabkan bahwa tingkah laku manusia yang sadar tidak mungkin dapat
dipahami tanpa mempelajari kehidupan bawah sadar dan tidak sadar yang
berpengaruh kepada kesadaran manusia. Psikologi criminal adalah suatu
bahan atau ajaran yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan atau
kriminalitas(Dra. Ninik Widyanti dan Yulius Waskita,sh)
2.2 MACAM – MACAM KRIMINAL
2.2.1
Jenis – Jenis Kriminal
1) Jenis
– jenis criminal secara umum
A. Dilihat dari Lama Kejadian(duration
Di Negara yang
berkembang, Indonesia misalnya, data – data kepolisian menunjukkan terjadinya
kejahatan sebagai berikut : (vide “majalah Selecta, 1116 tahun XXV) :
a. Pencurian
dan kekerasan terjadi pada setiap 4,5 menit
b. Penganiayaan
berat terjadi pada setiap 31 menit
c. Pemerasan
terjadi pada setiap 3 jam
d. Pemerkosaan
terjadi pada setiap 3,5 jam
e. Penculikan
terjadi pada setiap 4,5 jam
f. Pembunuhan
terjadi pada setiap 4,5 jam
g. Pencopetan
atau penjambretan pada setiap >< 1 menit
B. Dilihat dari Kesadaran
- Kesadaran
memang sudah merupakan pekerjaannya (professional criminal) yang dilakukan
oleh perorangan atau kelompok secra teratur berupa penjahat – penjahat
bayaran (Donald r. Cressy “criminal organization”)
- Kesadaran
bahwa tindakan tersebut harus dilakukan sekalipun merupakan pelanggaran
hokum, yaitu penjahat yang melakukan kejahatan dengan ditimbang – timbang
atau persiapan terlebih dahulu.
- Kesadaran
bahwa si pelaku tidak diberi kesempatan oleh masyarakat tak bisa member
hidup sehingga menjadi residivis
C. Dilihat dari situasional
- Kejahatan
– kejahatan Ekomomi
Ø Penyeludupan
Ø Kejahatan
dalam bidang perbankan
Ø Manipulasi
dalam perdagangan
Ø Penyelewengan
keuangan Negara (korupsi)
Ø Pengerusakan
(sabotase pusat – pusat Kegiatan ekonomi)
- Kejahatan
– kejatan yang mengancam rasa aman
Ø Banditisme
Ø Hi
jacking
- Perdagangan
obat bius
- Pelanggaran
lalu lintas yang membahayakan jiiwa jika orang banya dan mengganggu lalu
lintas orang
2) Jenis
–Jenis Kejahatan
- Kejahatan
yang serius atau disebut Feloni (kejahatan yang dilakukan dengan mendapat
hukuman mati atau penjara seumur hidup)
- Kejahatan
yang kurang serius disebut misdemeanor(kejahatan yang dilakukan dengan
menekam/sekap dalam penjara atau dengan denda)
3) Jenis
– Jenis Kekerasan
- Kekerasan
legal
Kekerasan
yang di dukung oleh hokum misalnya tentara melakukan tugasnya dalam peperangan
- Kekerasan
yang secara social memperoleh sanksi
Kekerasan
adanya tingkat dukungan dari sanksi social misanya saja tindakan kekerasan yang
dilakukan karena suami berzinahakan akan memperoleh dukungan sosial
- Kekerasan
rasional
Kekersan
yang tidak legal, akan tetapi tidak ada sanksi sosialnya misalnya pembunuhan
dalam rangka suatu kejahatan terorganisir artinya orang – orang yang terlibat
pekerjaannya pada kejahatan yang terorganisir seperti perjudian, pelacuran,
lalu lintas narkotika
- Kekekerasan
yang tidak berperasaan
Kekerasan
yang dilakakan tanpa mengenal korban tanpa ada provokasi tanpa melihat motivasi
tertentu dan merupakan ekspresi langsung dari gangguan psikis seseorang dalam
saat tertentu
2.3
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMICU TINDAKAN KRIMINAL
Mengenai factor –
factor yang mendorong timbulnya keriminal adalah sangata komplek sekali.
Masalahnya teletak pada luasnya gerak ruang lingkup kehidupan manusia, yang
saling berhubungan, saling mempengaruhi satu sama lainnyaserta kait –
mengaitkan satu sama lain.
2.3.1 Faktor Internal
Faktor psikologis yang
berasal dari dalam jiwa atau keadaan pelaku (faktor intern).
2.3.1.1
Dilihat dari factor genetika
Ada beberapa kajian yang mengaitkan factor genetika dengan
kriminalitas, antara lain tentang orang kembar (twin studies), adopsi (adoption
studies) dan cromosom (The XYY syndrome)
1) Twin studies
Untuk mengungkap apakah benar kejahatan itu dipengaruhi oleh
factor genetika, para peneliti menbandingkan antara identical twins dan fraternal twins .identical atau monozygotic
twinsdihasilkan satu telor yang dibuahi yang membelah dua embrio. Sementara,
fraternal atau dizgotic twins dihasilkan dari dua telor terpisah, keduanya
dibuahi pada saat yang bersamaan. Mereka membagi sekitar setengah gen – gen
mereka.
Karl Cristiansen dan Sarnoff A. Mednick melakukan studi
terhadap 3586 pasangan kembar di satu kawasan Denmark antara tahun 1881 dan
1910 dikaitkan dengan kejahatan serius. Merekan mendapat bahwa pada identical
twins jika pasangan melekukan kejahatan maka 50% pasangan juga melakukan.
Sedangkan pada fraternal twins angka tersebut hanya 20%.temuan ini mendukung
hipotesa bahwa beberapa genetika meningkatkan resiko kriminalitas.
2) Adoption studies
Satu studi tentang adopsi ini pernah dilakukan terhadap
14427 anak adopsi di Denmark tahun 1924 dan 1947, penelitian ini menemukan data
:
·
Dari
anak – anak yang orang tua angkat dan orang tua aslinya tidak tersangkut
kajahatan 13,5% terbukti melakukan kejahatan
·
Dari
anak – anak yang orang tua angkat criminal tetapi orang tua asli tidak,
14,7% terbukti melakukan kejahatan
·
Dari
anak – anak yang orang tua angkat tidak criminal tetapi orang tua aslinya
krimanal, 20% terbukti melakukan kejahatan
·
Dari
anak – anak yang orang tua angkat dan orang tua aslinya criminal terbukti 24,5
% melakukan kelahatan
Temuan diatas mendukung klaim bahwa kriminalitas dari orang
tua aslinya memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan kriminalitas dari orang
tua angkat.
3) The XYY sindrome
Setiap manusia memiliki 23 pasangan kromosom yang diwariskan. Satu kromosaom menentukan
gender (jenis kelamin) seorang perempuan mendapat satu X kromosom dari ayah dan
ibunya, dan laki – laki mendapat satu kromosom dari ibunya dan satu Y kromosom
dari ayahnya.
Kadang – kadang kesalahan dalam memproduksi sperma atau sel
telor menghasilkan abnormalitas genetika. Satu tipe abnormalitas kromosom yaitu
“the XYY chromosome male” atau laki – laki dengan kromosom XYY kromosom. Orang
tersebut menrima dua Y kromosom dari ayahnya. Kurang lebih satu dari tiap 1000
kelahiran laki – laki dari keseluruhan populasi memiliki komposisi genetika
semacam ini. Mereka yang memiliki kromosom XYY cendrung bertubuh tinggi, secara
fisik agresif, sering melakukan kekerasan.
2.3.1.2
Dilihat dari Ke-Abnormalan Individu
Keabnormalan
inidimaksud bahwa ada hal – hal yang menyimpang dari yang normal. Bilaman jika
digambarkan dengan suatu garis, maka yang normal itu terdapat pada suatu garis
lurus memanjang yang terletak di tengah sedangkan yang tidak normal akan terletak
pada garis sejajar di atas bagi yang di atas normal misalnya saja orang – orang
yang jenius dan pada garis sejajar ke bawah bagi orang – orang yang di bawah
normal.
Bahwa
tiadak semua ke tindakan abnormalan manusia itu disebabkan oleh hal – hal yang
patologis, tetapi juga disebabkan karena hal – hal yang psikologis. Psikologen
misalnya disebabkan karena lingkungan, sedangkan somatogen disebabkan karena
kecelakaan yang pernah dideritanya. Di samping itu juga di sebabkan oleh
gangguan – ganguan sejak dalam kandungan ataupun karena kerusakan – kerusakn
organis, kerusakan syaraf, yang kesemuanya merupakan hal – hal yang fatal bagi
seseorang yang hidup dalam lingkungan.Orang yang wataknya memang abnormal
misalnya “psikopat” yang rusak adalah wataknya. Bukan didapatnya sesudah besar,
tetapi ini ditentukan oleh konstitusibadan. Keluar hanya menunggu waktu,
bilamana tertekan maka ia akan mengalaami perubahan psikisnya. Dapat dikatakan
bahwa kejahatan merupakan perbuatan tidak normal (tidak selaras dengan norma)
atau abnormal. Dibawah ini sekilas tentang abnormal yang bersifat criminal.
Beberapa hal – hal yang tidak normal yang dapat mempengaruhi keabnormalan,
yaitu sebagai berikut:
1) Kepribadian
Kepribadian
schizothyme :kepribadian yang ditandai dengan egoism, subyektifitas,
emosionalitas yang tertekan, dan tidak bisa menghadapi masyarakat. Apabila
terjadi kerusakan kepribadian akan menderita psychologis yang tergolong
kepribadian ini adalah tipe orang type
asthenis(badanya kecil, kurus, tidak berotot, bahunya sempit) dan type athletis(badanya lebih besar dari
astheniis, kuat dan berat).
2) Keinginan cinta
Keinginan
adalah kebutuhan jasmani, ada beberpa keabnormalan individu yang terkait dengan
criminal yaitu:
a. Selalu
mencintai orang yang sama jenis kelaminnya
·
Homoseksual
·
lesbian
b. Sasaran
– sasaran cinta abnormal
·
Pedophilia : keinginan untuk melakukan
hubungan seksual dengan anak kecil
·
Bestialitas : keinginan untuk melakukan
hubungan seksual dengan binatang
·
Fetichisme : keinginan seksual yang
digantikan oleh benda
·
Sadism :kondisi dimana kesenangan
seksual denganjalan menyakiti
3) Perasaan dan Emosi
Kelainan kelainan emosi
1. Kegembiraan yang berlebih – lebihan.
- Elasi : kegembiraan itu mungkin tidak seimbang dengan stimulasinya. Disini terdapat apa yang disebut over determinasi emosi yang berakar pada tidak baiknya integrasi pribadi
- Euphoria :kegembiraan itu sangat aneh karena rangsang yang diberikan normalnya mengakibatkan kesedihan
3. Depresi yang berlebihan
4. Silih berganti anatara emosi – emosi
yang ekstrim
4) Inferioritas psychopathis yang
konstituonil
Secara
social tak dapat didik dalam hal mengontrol diri sendiri, terutama dalam hal
pertimbangan bagi orang lain,kejujuran atau moralitas. Hal ini dapat disebabkan
oleh dua hal adalah sebagai berikut:
1. Determinasi intrinsic daripada watak yang
tak diketahui sebagai contoh sanagtlah kuat dorongan sek, egoism, insting
memperoleh, bepergian.
2.
Kondisi yang tidak menguntungkan seperti tertekannnya keinginan – keinginan
pada masa kanak – kanak.
a. Tanda
– tandanya pada masa dewasa
·
Kata hatinya kurang
·
Mudah berubah pekerjaan
·
Muda kena sugesti
·
Pertimbangannya tidak memadai dalam hal
– hal yang bersifat social dan pribadi
·
Egosentris, cukup rasional, dan tidak
peduli jika ditentang
·
Perasaan salahnya hanya sementara
b. Macam
– macannya
·
Sadisme (memperoleh kesenangan dari
menyakiti orang lain terutama oaring yang dicintai.
·
Masochisme (memperoleh kesenangan dari
disakiti orang lain dari orang yang dicintai
·
Kleptomania 9selalu ada dorongan untuk
mencuri. Barang yang dicuri biasa adalah barang yang tidak dibutuhkan
·
Hoboisme (senang sekali berpergian)
·
Dusta pathologis (kebohongan yang
menjadi kebiasaaan
·
Perverse seksual
·
Candu pada obat – obatan dan alcohol
·
Suka mencari – cari kesalahan
·
Neuroticisme
·
Peranginya atau keinginan tak dapat
dikontrol
5) Superior mental
Orang
– orang yang superior dikatakan orang yang jenius, secara social dikatakan
bahwa seseorang yang dapat mengerjakan kebiasaan yang sukar dikerjakan oleh
orang lain. Menurut psychologis seseorang yang mempunyai IQ 140 keatas.
Berdasarkan teori sebab daripada jenius,
ada beberapa hal perilaku orang jenius cendrung ke hal – hal yang kriminalitas
1) Teori
degenaracyLombroso
Adanya perkembangan yang berlebihan
dari kemampuan – kemampuan tertentu yang mengakibatkan ketidakstabilan
eksentrisitas dan degenerasi. Menurut teori ini orang jenius itu Gila
2) Pembawaan
psychopathis
Karena intlegensinya yang superior,
kurannya inhibinasi serta daya imaginasinya yang kurang baik, diantara mereka
yang sangat kreatif. Tidak
dimilikinya rasa tanggungjawab baik
di bidang moral hal ini disebabkan karena kurang mendapat sympati dan
pengertian dari orang lain,
2.3.2 Faktor Eksternal
Selain dilihat dari factor intern, criminal juga dipengaruhi
oleh – oleh factor – factor dari luar individu yaitu factor ekstrn.Faktor lingkungan yaitu
faktor dari luar diri pelaku (faktor ekstern). Banyak ahli yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan
mengapa orang melakukan tindakan kriminal. Berikut ini kami kutipkan dari
beberapa pendapat ahli sebelum orang psikologi membuat penjelasan teoritis
seputar
- E.H Sutherland factor pribadi : umur, seks, keadaan
mental, status perkawinan
- Kemiskinan merupakan penyebab
dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles)
- Kesempatan untuk menjadi pencuri
(Sir Francis Bacon, 1600-an)
- Kehendak bebas, keputusan yang
hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire &
Rousseau, 1700-an)
- Atavistic trait atau
Sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal (
Cesare Lombroso, 1835-1909)
- Hukuman yang diberikan pada
pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain)
- Aliran Mazhad dengan semboyan
“die welt ist mehr shuld an mir als ich” artinya “dunia lebih
bertanggungjawab atas jadinya saja” Mazhad berpendapat bahwa beberapa factor
lingkungan sebagai sebab kejahatan seperti :
v Lingkungan yang member kesempatan
akan timbulnya kejahatan
v Lingkungan pergaulan yang member
contoh atau teladan
v Lingkungan ekomomi (kemiskinan dan
kesengsaraan)
v Lingkungan pergaulan yang berbeda –
beda (differential sociation) dll
- W. A bonger dengan penelitian –
penelitiannya menyimpulkan 7 faktor lingkungan sebagai sebab kejahatan
yaitu :
v Terlantarnya anak – anak
v Kesengsaraan
v Nafsu ingin memiliki
v Demoralisasi seksual
v Alkoholisme
v Kurangnya peradaban
v Perang
- Walter Lunden factor – factor
yang berperan dalam timbulnya kejahatan ialah :
v Gelombang urbanisasi remaja dari
desa ke kota cukup besar dan sulit dicegah
v Terjadi konflik antar norma pedesaan
dengan norma – norma baru dalam proses pergeseran social yang cepat, terutama
di kota – kota besar
v Memudarnya pola – pola kepribadian
individu yang terkait kuat pada control social tradisionalnya, sehingga anggota
masyarakat terutama remajanya menghadapi
“samar polah” untuk menentukan perilakunya.
- E. H Sutherland
- factor pribadi : umur, seks,
keadaan mental, status perkawinan
- factor lingkungan
v Suasana rumah,
v Tetangga
v Konflikkebudayaan
v Kemiskinan
v Penggangguran
v Eksploitasi ekonomi
v Perumahan yang bresek
v Kekurangan sekolah
v Tempat bermain
v Teman bergaul yang jahat
v Mobilitas social(urbanisasi)
v Hiburan yang dikomersialkan
v Bioskop, radio, televisi, perss
- Barbara Wotton, disini ia
memeriksa kira – kira 21 riset yang dipilih dari seluruh lapangan: bidang
literature kriminologis menghapuskan yang tidak relevan yang kurang
memadai dan tidak bertanggungjawab.
v Ukuran besarnya keluarga delinquent
v Kehadiran penjahat pada keluarga
v Keanggotaan klub
v Kehadiran gereja atau perhatian pada
gereja
v Catatan tentang pekerjaan
v Status social
v Kemiskinan
v Pekerjaan ibu diluar rumah
v Bolos dari sekolah
v Broken home
v Kesehatan
v Pendidikan yang dicapainya
- Dra Ninik Widiyanti yulius
Waskita,(1987)
v Oleh
factor – factor psikopatologis, yaitu yang dilakukan oleh orang – orang.
-
Yang menderita sakit jiwa
Yang tidak sampai sakit jiwa,
tetapi terdapat kelainan – kelainan kejiwaan karena kondisi IQ-nya dan
sebagainya
v Oleh
factor – factor Kegiatan jiwa yang wajar, namum terdorong menyetujui perbuatan
melanggar undang – undang yaitu yang dilakukan oleh orang – orang yang
melakukan perbuatan – perbuatan pelanggaran hokum secara profesonal.
v Oleh
factor – factor social yang langsung mempengaruhi individu atau kelompok
sehingga yang bersangkutan mengalami kesulitan kejiwaan, yaitu yang dilakukan
oleh orang – orang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan atau kondisi
social yang dihadapinya
12. Banyak
teori mengenai factor penyebab criminal, namun menurut pengalaman POLRI bahwa
ada dua unsure sebab terjadinya suatu pelanggaran. Yaitu Niat dan Kesempatan. Dua unsure bertemu yaitu Niat untuk melakukan
suatu pelanggaran dan Kesempatan untuk melaksanakan niat itu. Jika salah satu
dari unsure itu tidak ada maka tidak akan terjadi apa – apa. Jika Niat ada akan
tetapi Kesempatan tidak ada maka pelanggaran itu juga tidak adan dan begitu
sebaliknya.
a.
Factor endogen (factor dari dalam
diri anak)
v Cacad
yang bersifat biologis dan psikis
v Perkembangan
kepribadian dan intlegensi yang terhambat sehingga tidak bisa menghayati norma
– norma yang berlaku. Factor ini mempengaruhi unsure Niat saja.
b.
Factor eksogen
1.
Pengaruh negative dari oaring tua
2.
Pengaruh negative dari lingkungan
sekolah
3.
Pengaruh negative dari masyarakat
4.
Tidak ada/kurang pengawasan orang tua
5.
Tidak ada/kurang pengawasan pemerintah
6.
Tidak ada/kurang pengawasan masyarakat
7.
Tidak ada/kurang pengisian waktu yang
sehat
8.
Tidak ada reakreasi yang sehat
9.
Tidak ada pekerjaan
10. Lingkungan
kota besar
11. Anonimitas
karena banyaknya penduduk kota – kota besar
Factor – factor eksogen tersebut
dalam poin 1 s/d 3 mempengaruhi unsure
niat,sedangkan yang poin 4 s/d 11 mempengaruhi unsure kesempatan
13.
Faktor pemicu lainnya,
v Anggota
– anggota keluarga yang lainnya juga penjahat, pemabuk dan immoral
v Tidak
adanya orang tua kedua – duanya karena kematian, perceraian, melarikan diri
v Kurangnya
pengawasan orang tua, karena masa bodoh, cacat inderannya atau sakit
v Ketidakserasian karena adanya yang”main kuasa sendiri” iri
hati, cemburu, terlalu padatnya anggota keluarga, pihak lain yang ikut campur
v Perbedaan
rasial dam agama, ataupun perbedaan adat istiadat, rumah piatu, panti – panti
asuhan
v Tekanan
ekonomi, seperti pengangguran, kurangnya penghasilan, ibu yang bekerja di luar
rumah.
Kiranya tidak ada satupun faktor tunggal yang menjadi
penyebab dan penjelas semua bentuk kriminalitas yang terjadi di masyarakat
2.4
TEORI – TEORI KRIMINAL
Setelah
menjelajah sejarah perkembangan kriminologi, pengertian, obyek studi, serta
sejarah perkembangan akal manusia dalam memahami fenomena kejahatan sampai
penggolongan teor dalam kriminologi
,berikutnya kita akan beralih ke pembahasan tentang teori – teori dalam
kriminologi . Mengingat banyaknya teori – teori tersebut maka kita untuk
mencoba memfokuskan pada beberapa teori yang dapat dibagi ke dalam tiga
perspektif : 1) teori –teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif
biologis dan psikologis; 2) teori –teori yang menjelaskan kejahatan dan
perspektif sosiologis; dan 3) teori – teori yang menjelaskan kejahatan dari
perspektif lainnya.
2.4.1 Teori – teori yang
Menjalaskna Kelahatan Dari Perspektif Biologis dan Psikologis
Penelitian
modern yang bersuha menjelaskan faktor – faktor kejahatan biasanya dialamatkan
pada Cesare Lombroso ( 1835-1909), seorang Italia yang sering dianggap sebagai
“the father of modern criminology”, yaitu dari mazhab klasik menuju mazhab
positif.
Perbedaan
saling signifikan antara mazhab klasik dan mazhab positifis adalah bahwa yang
terakhir tadi mencari fakta – fakta empiris untuk mengkonfirmasi gagasan bahwa
kejahatan itu ditentukan oleh berbagai faktor. Para positifis pertama di abad
19, misalnya mencari faktor itu pada akal dan tubuh si penjahat.
Para tokoh
biologis dan psikologis tertarik pada perbedaan – perbedaan yang terdapat pada
individu . para tokoh psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari
kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidakmatangan emosi, sosialisasi yang
tidak memadai di masa lemah”. Mereka mengkaji bagaimana agresi dipelajari,
situasi apa yang mendorong kekerasan atau reaksi delinkuen, bagaimana kejahatan
berhubungan dengan faktor – faktor kepribadian, serta assosiasi antara beberapa
kerusakan mental dan kejahatan.
Sementara itu
tokoh – tokoh biologis mengikuti tradisi Cesare Lombroso, Rafaelle Garofalo
serta Charles Goring dalam upaya penelusuran mereka guna menjawab pertanyaan
tentang tingkahlaku kriminal. Para tokoh genitika misalnya berargumen bahwa
kecendrungan untuk melakukan tindakan kekerasan atau agresifitas pada situasi
tertentu kemungkinan dapat diwariskan. Sarjana lainya tertarik pada pengaruh
hormon, ketidaknormalan kromosom, kerusakan otak dan sebagainya terhadap
tingkah laku kriminal.”
2.4.2
Penjelasan
Biologis Atas Kejahatan
Auguste Comte (1798-1857), sosiolog perancis ,
membawa pengaruh penting bagi tokoh – tokoh
mazhab positif ( termasuk mazhab biologi). Menurutnya : “ Thre could be
no real knowledge of social phenomena unless it was based on a positivist ( scintific)
approaach.”Mazhab Biologi juga mendapat pengaruh dari Charles darwin
(1809-1882) Penulis buku origin of Species
(1859) yang menyatakan bahwa “all had evolved through a process of
adaptive mutation and natural selection. The Process Was based on the survival
of the fittest in the struggle for existence. “ Teori evolusi Darwin yang
menantang pendapat lama serta positifisme Comte mempengaruhi pendekatan
Biologis.
Meskipun
tokoh paling terkenal dari pendekatan ini adalah Lombroso, namun sebenarnya ia
dapat ditelusuri hingga abad ke 16 yaitu ketika Giambatista della Porta
(1535-1615) menemukan Physiognommy, studi tentang bentuk-bentuk muka dan
hubungannya dengan tingkah laku manusia. Usaha Porta dihidupkan kembali oleh
Johann Kaspar Lavater (1741-1801). Usaha Porta dan Lavater itu kemudian di
dielaborasi oleh Franz Joseph Gall (1758-1828) dan Johan Kaspar Spurzheim
(1776-1832). Tokoh dari prenology tersebut menjelaskan bahwa benjolan-benjolan
pada otak merupakam indikasi dari kecendrungan psikologis.
Jadi, sebelum abad ke-19 ilmu pengetahuan physiognomy dan
prenoloy telah memperkenalkan faktor-faktor biologis tertentu kedalam studi
tentang sebab musabab kejahatan.
1. Cesare Lombroso (1835-1909)
Lombroso menggabungkan positivisme
comte, evolusi dari Darwin serta pioneer-pioneer lain dalam studi tentang
hubungan kejahatan dan tubuh manusia. Pada tahun 1876 dengan terbitnya buku
‘Lbuomo delinquente (the criminal man), kriminologi beralih secara permanen
dari filosofi suatu studi modern penyelidikan mengenai sebab-sebab kejahatan.
Lombroso mengeser konsep free will dengan determinisme. Bersama-sama
pengikutnya Enrico Ferii dab Raffaele Garofalo, Lambroso membangun suatu
orientasi baru, mazhab italia atau mazhab poasitif yang mencari penjelasan atas
tingkah laku kriminal meelalui eksperimen dan penelitian ilmiah.
Ajaran inti dalam penjelasan awal
Lombroso tentang kejahatan adalah bahwa penjahat mewakili suatu tipe
keanehan/keganjilan fisik,yang berbeda dengan no kriminal .Lombroso mengklaim
bahwa para penjahat mewakili suatu kemerosotan yang termanifestasi dalam
karakter fisik yang mereflesikan suatu bentuk awal dan evolusi.
Teori Lombroso tentang born criminal
( penjahat yang dilahirkan ) menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk
yang lebih rendah dalam kehidupan,lebih mendekati nenek moyang mereka yang
mirip kera dalam hal sifat bawaan dan watak dibanding mereka yang bukan
penjahat. Mereka dapat dibedakan dari non kriminal melalui beberapa atavistic
stigmata Ciri – ciri dari fisik makhluk dari tahap awal perkembangan sebelum
mereka benar – benar menjadi manusia.Lombroso beralasan bahwa sering kali para
penjahat memiliki rahang yang besar dan gigi taring yang kuat ,,suatu sifat
yang pada umumnya dimiliki makhluk carnipora yang merobek dan melahap daging mentah. Jangkauan /rentang lengan
bawah dari para penjahat sering lebih besar dibanding tinggi mereka,sebagaimana
dimiliki kera yang menggunakan tangan mereka untuk menggerakan tubuh mereka di
atas tanah.
Menurut Lombroso seorang individu
denga salah satu setigmata adalah
seorang born criminal ( Penjahat yang dilahirkan ). Katagori ini mencakup
kurang lebih sepertiga dari seluruh dari pelaku jahat.Sementara itu penjahat
perempuan menurutnya berbeda dengan penjahat laki – laki . Ia adalah pelacur yng
mewakili born criminal. Penjahat perempuan memiliki banyak kesamaan sifat
dengan anak – anak; moral sense mereka berbeda ; penuh demdam ,,cemburu sebagai
sekuensi penjahat perempuan merupakan suatu monster.
Disamping
katagori born criminal diatas Lambroso menambahkan tiga dari Insane criminals
bukanlah penjahat penjahat sejak sejak lahir; mereka yang mengganggu kesempatan
mereka untuk membedakan antara salah dan benar.
Criminoloids mencakup suatu kelompok
ambiguous termasuk penjahat
kambuhan.(habitual criminals. Sedangkan katagori terakhir adalah pelaku
kejahatan karena nafsu.
Meskipun teori Lombroso dianggap
sederhana dan naive untuk saat ini Lombroso memberikan kontribusi yang penting
( signifikan) bagi penelitian mengenai kejahatan. Fakta bahwa Lombroso memulai
melakukan penelitian empiris,mengukur ribuan nara pidana yang hidup dan mati
dalam upaya menemukan penentu kejahatan,perhatiannya pada multi faktor dalam
menjelaskan kejahatan . Lombroso juga berjasa dalam mengalihkan studi tentang
kejahatan dari penjelasan abstrak,
metafisika, legal dan juristic sebagai basis pengukuran menuju suatu studi
ilmiah tentang penjahat serta kondisi- kondisi pada saat dia melaksanakan.Hal –
hal tersebut sangat mempengaruhi para tokoh criminologi selanjutnya .
2. Enrico Ferri ( 1856-1929)
Warisan/peninggalan positifisme
Lomroso terus dilanjutkan dan diperluas oleh seorang tokoh brilian, lawyer,
anggota parlemen editor serta sarjana yang terkemuka dari Italia yaitu Enrico
Ferri. Ferri merupakan salah satu tokoh
penting dalam kriminologi. Tidak seperti Lombroso yang memberi perhatian pada
faktor-faktor biologis dibandingkan faktor-faktor sosial, Ferri lebih memberi
penekanan pada saling hubungan (interrelatedness) dari faktor-faktor sosial,
ekonomi dan politik yang mempengaruhi kejahatan.
Ferri berpendapat bahwa kejahatan
dapat dijelaskan melalui studi pengaruh-pengaruh interaksi diantara
faktor-faktor fisik (seperti ras, geografis serta temperatur) dan fakto-faktor
sosial ( seperti umur,jenis kelamin,variabel-variabel psikologis ). Dia juga
berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol atau diatasi dengan perubahan –
perubahan sosial misalnya subsidi perumahan ,kontrol kelahiran,kebebasan
menikah dan bercerai,fasilitas rekreasi dan sebagainya .
criminals atau instinctive
criminals; b) the insane criminal (secara klinis diidentipikasi sebagai sakit
menta); c) the passion criminals (melakukan kejahatan sebagai akibat problem
mental atau keadaan emosional yang panjang serta kronis); d ) the occasional
Criminals merupakan produk dari
kondisi – kondisi keluarga dan sosial lebih dari problem fisik atau mental yang
abnormal); e) the habitual criminals (memperoleh kebiasaan dari lingkungan
sosial.). pada edisi ke lima dari bukunya
Ferri menambah satu lagi satu penjelaskan
tentang kejahatan yaitu the involuntary criminals.
3.Raffaele Garofalo (1852-1934)
Penerus
lain Lombroso, disamping Ferri adalah seorang bangsawan,senator serta guru
besar hukum Raffaele Garofalo. Sebagaimana Lombroso dan Ferri ,Garofalo adalah
seorang positivis yang menolak doktrin free will dan mendukung pendapat bahwa
satu – satunya jalan untuk memahami kejahatan adalah dengan menelitinya dengan
menggunakan metode metode ilmiah. Dipengaruhi teori Lombroso tentang atavistic
stigmata, Garofalo menelusuri akar tingkah laku kejahatan bukan kepada bentuk –
bentuk fisik, tetapi kepada kesamaan – kesamaan psikologis yang dia sebut
sebagai moral anomalies (keganjilan – keganjilan moral).
Menurut teori ini kejahatan –
kejahatan alamiah ( Natural crimes ) ditemukan di dalam seluruh masyarakat
manusia, tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang
beradab dapat mengabaikannya. Kejahatan demikian menurut Garofalo mengganggu sentimen – sentimen moral
dasar dari probity/kejujuan hak milik orang lain dan piety (sentimen of
revulsion against the voluntary infliction of suffering on others). Seorang
individu yang kelemahan organic dalam
sentimen – sentimen moral ini tidak memiliki halangan – halangan moral untuk
melakukan kejahatan.
Seorang
penjahat sejati dengan kata lain memiliki anomaly fisik atau moral yang dapat
ditranmisikan melalui keturunan. Dengan kesimpulan ini Garofalo
mengidentipikasi empat kelas kejahatan masing – masing dengan yang lain karena
kekurangan dalam sentimen – sentimen dasar tentang pity dan probity .
Garofalo mengaku lebih sulit
diidentipikasi. Dia membagi berdasarkan apakah mereka kekurangan dalam sentimen
pity ataupun probity . Penjahat dalam kejahatan kekerasan kekurangan pity yang
mungkin saja dipengaruhi banyak faktor-faktor lingkungan. Pencuri pada sisi
lain menderita kekurangan probity. Katagori terakhirnya adalah penjahat sexal
beberapa dapat dikatagorikan the violent criminals karena mereka juga
kekurangan pity
5. Charles
Buchman Goring (1870-1919)
Tantangan terbesar
terhadap teori Lombroso dilakukan Charles Buchman Goring antara tahun 1901
hingga 1913 Goring mengumpulkan data tentang 96 sifat bawaan lebih dari 3000
terpidana dan suatu control group yang berasal dari Universitas Oxford dan
Cambridge ,pasien rumah sakit , dan tentara . Setelah menyelesaikan
penelitiannya itu Goring memiliki cukup bekal untuk menolak teori Lombroso
tentang tipe antropologis penjahat.
Goring
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan – perbedaan signifikan antara para
penjahat dengan non penjahat kecuali dalam hal tinggi dan berat tubuh.Para
penjahat didapati lebih kecil dan ramping . Goring menafsirkan temuannya ini
sebagai penegasan dari hipotesanya bahwa para penjahat secara biologis lebih
inferior, tetapi dia tidak menemukan satupun tipe fisik penjahat.
Meskipun mereka menolak
klaim bahwa stigmata tertentu mengidentifikasi penjahat , ia yakin bahwa
kondisi fisik yang kurang ditambah keadaan mental yang cacat (tidak sempurna)
merupakan faktor- faktor penentu kepribadian kriminal.
2.5
TEORI TENTANG TIPE FISIK SEORANG KRIMINAL
1.
Cesare Lombroso
Usaha melakukan
penelitian secra obyektif tentang kejahatan telah ditemui oleh seorang dokter
dinas militer Italia bernama Cesare Lombroso (1836 -1909). Dasar
pertimbangannya diperoleh dari hasil studi anthopometri dan phisiognomi
terhadap 5.907 orang terhukum.
Cirri – cirri fisik seorang criminal
menurut Lombroso adalah dahi yang sempit atau rendah, alis yang bertemu dan
tebal, dagu dan rahang ‘menantang” rambut tumbuh hamper di seluruh bagian tubuh
dan sebagainya.
- Dr.
Charles Goring
Dokter rumah penjara
“His Majesty’s Prison” menolak teori Lombroso, dengan mengemukakan pendapat
dari 3000 nara pidana tidak terdapat perbedaan dengan cici – cirri yang
terdapat pada warga masyarakat (bebas) lainnya, kecuali bahwa para narapidana
pada umumnya tidak begitu besar badanya, berat badan lebih ringan, dan nilai
rapor rendah.
- Ernest
A. Hooten (1887 – 1954)
Setelah tantangan
Goring teori Lombroso kehilangan popularitas, hingga pada tahun 1939 Ernest
kriminalitas yang secara biologis ditentukan dengan publikasikan tentang studi
besar yang membandingkan penghuni – penghuni penjara di Amerika dengan suatu
control group non criminal. Ernest memulai dengan kritik tajam terhadap
Goringdari segi metode dan dia meneliti dengan analisa mendetail data – data
dari 17000 kriminal dan non criminal. Dia menyatakan bahwa para penjahat berbeda secara inferior dibandingkan masyarakat
lainnyadalam hampir semua ukuran tubuh fisik mereka
- Ernst
Kretchmer (1888 – 1964)
Kretchmer melakukan
studi terhadap 260 orang gila di Swabia, sebuh kota di baratdaya Jerman. Dia
mendapat fakta bahwa, subyek studinya
memiliki tipe – tipe tubuh tertentu yang berkaiitan dengan tipe tertentu dari
kecendrungan fisik.
Beliau mengindentifikasikan empat tipe
pisik:
1. Asthenic=
kurus bertubuh ramping, berbahu kecil.
2. Athletic
= menengah tinggi, kuat, berotot, bertulang kasar
3. Pyknic=
tinggi sedang, figure yang tegap, leher besar, wajah luas dan
4. Beberapa
tipe campuran tidak terklasifikasikan
Selanjutnya
Kretchmer menghubungkan tipe – tipe fsik tersebut dengan variasi – variasi
ketidakteraturan fisik : pyknics berhubungan dengan depresi, asthenics dan
athletics dengan schizophrenia dan sebagainya
- William
Sheldon(1898 – 1977)
Disamping membawa
pendapat Kterschmer ke Amerika Serikat. Menurutnya orang yang normal itu memiliki perkembangan yang
seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannya
imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian. William Shldon (1949)
, dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh ke dalam tiga tipe.
a) Endomorf:
Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabal.
b)
Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif,
vigorous, and bold.
c)
Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otak berkembang dengan baik (well
developed brain), Introverted, sensitive, and nervous. Menurut
Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan
kriminal.
- Sheldon Glueck (1896 – 1980) dan
Eleanor Glueck (1898 – 1972)
Temuan William Sheldon mendapat dukunagn dari Sheldon Glueck
dan Elanor Glueck (1950) yang melakukan studi komparatif pria delinquent(suatu
aktivitas dengan tujuan yang pasti contohnya mencari kekayaan dengan cara yang
tidak sah) dengan non delinquent. Sebagai suatu kelompok, pria delinquent
didapati memiliki wajah yang lebih sempit(kecil), dada yang lebih lebar,
pinggang yang lebih besar dan luas, lengan bawah dan lengan atas yang lebih
besar dibandingkan non delinquent. Penyelidikan mereka juga mendapati bahwa
kurang lebih 60% delinquent dan 31% non delinquent di dominasi mereka yang
mesomorphic.
- Difungsi otak dan Learning
Disabilities
Ada bukti bahwa orang – orang yang menggunakan kekerasan
yang berlebihan mengalami disfungsi otak
dan cacat neorologis. Banyak orang yang menggunakan kekerasaan mengalami
cacat pada otak yang berhubungan terganggunya dengan self control. Problem
Neorologi cendrung orang itu dikatakan Delinquent dibandingkan yang non
delinquent. Terdapat bukti bahwa delinquent
berhubungan dengan learniang Disabilitiesyaitu
kerusakan pada fungsi sensori dan motorik sehingga membawa pada penampilan yang
menyimpang.
Macam learning disibliities antara
lain :
·
Dyslexia(gagal
menguasai skill berbahasa setaraf dengan kemampuan intektual
·
Aphasia(problem
komunikasi verbal atau masalah dalam memehami pembicaraan orang
·
Hyperactive(orang
– orang yang aktifnya terlalu berlebihan)
2.6
RAGAM PENDEKATAN TEORI PSIKOLOGIS TERHADAP PRILAKU KRIMINAL
Penjelasan
tentang perilaku kriminalitas telah diberikan oleh para ahli dari berbagai
latar belakang sejak sejarah kriminalitas tercatat. Penjelasan itu diberikan
oleh folosof, ahli genetika, dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Bermula dari
berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan, dan beberapa kajian sebelumnya
yang terkait dengan perilaku kriminal, maka pada tulisan ini disampaikan
beberapa padangan tentang perilaku kriminal.
2.6.1 Pendekatan Tipologi Fisik /
Kepribadian
Pendekatan tipologi ini memandang bahwa sifat dan karakteristik
fisik manusia berhubungan dengan perilaku kriminal. Tokoh yang terkenal dengan
konsep ini adalah Kretchmerh dan Sheldon: Kretchmer dengan constitutional
personality, melihat hubungan antara tipe tubuh dengan kecenderungan
perilaku. Menurutnya ada tiga tipe jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu
endoderm berupada sistem digestif (pencernaan), Ectoderm: sistem kulit
dan syaraf, dan Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot. Menurutnya orang
yang normal itu memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya
menjadi normal. Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem
kepribadian. William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia
bentuk tubuh ke dalam tiga tipe.
a) Endomorf:
Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabal.
b)
Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif,
vigorous, and bold.
c) Ektomorf : tinggi (Tall),
kurus (thin), and otk berkembang dengan baik (well developed brain),
Introverted, sensitive, and nervous Menurut Sheldon, tipe
mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan kriminal.
Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku
kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan
tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri
itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond hair),
dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws), sedangkan
karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang bergelombang,
telinga pendek, dan wajah lebar. Apakah pendekatan ini diterima secara
ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli
kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan
yang sudah ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil
pengukuran itu disimpulkan.
2.6.2 Pendekatan Pensifatan / Trait Teori
tentang kepribadian
Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat atau karakteristik
kepribadain tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan
tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari
hasil-hasil pengukuran tes kepribadian. Dari beberapa penelitian tentang
kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner ataupun teknik proyektif
dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian memiliki hubungan dengan
perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung melakukan tindakan kriminal
adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang cenerung pemberani,
dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho,
dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan
sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para
tahanan oleh beragam ahli. Hanya saja, tampaknya masih perlu kajian yang lebih
komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang diteliti, melainkan
seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara bersama-sama.
2.6.3 Pendekatan Psikoanalisis
A. Teori Psikonalisa, Sigmund Freud
(1856 – 1939)
Sigmund
Freud penemu dari Psychoanalysis, menyatakan bahwa kriminalitas mungkin hasil
dari “an overactive conscience” yang menghasilkan bersalah yang berlebihan.
Freud membuat bahwa mereka yang mengalami perasaan yang bersalah yang tak
tertahankanakan melakukan kejahatan untuk dapat di hukum.
Seseorang
yang melakukan tindakan kriminalitas karena hati nuraninya atau superegonya
begitu lemah dan tidak sempurna sehingga egonya tidak mampu mengontrol dorongan
– dorongan dari Id.
Pendekatan
Psychoanalytic masih tetap menonjol dalam menjelaskan baik fungsi normal atau
asocial. Meski dikritik, ada tiga prinsip dasar kalangan psikologis mempelajari
kejahatan :
v Tindakan
dan tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat pada perkembangan
masa kanak – kanak mereka
v Tingkah
laku dan motif – motif bawah sadar adalah jalin menjalin dan interaksi itu
mesti diuraikan bila kita ingin mengeri kejahatan
v Kejahatan
pada dasarnya merupakan representasi dari konflik psikologis
2.6.4 Pendekatan Teori Belajar Sosial (social
Learning Theory)
Teori
ini mempelajari bahwa perilaku
delinquent dipelajari melalui proses psikologis yang sama sebagaimana semua
perilaku non delinquent. Tingkah laku dipelajari jika ia diperkuat atau diberi
ganjaran atau tidak diberi ganjaran. Ada tiga jalan mempelajari tingkah
laku : melalui observasi, pengalaman
langsung (direct experience) dan penguatan yang berbeda (differential
reinforment)
- Albert
Bandura (observational Leraning)
Teori ini dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura
menyatakan bahawa individu – individu mempelajari kekerasan dan agresi melalui
behavioral modeling, anak belajar bagaimana bertingkah laku secara ditransmisikan melalui contoh – contoh
yang didapat melalui media(tv, internet, bioskop ddl), keluarga(orang tua yang
mencoba memevahkan kontraversi – kontraversi keluarganya dengan kekerasan
berarti telah mengajari anak – anak mereka untuk menggunakan taktik kekerasan)
dan sub-budaya(ada pembiasaan yang menjadi kebiasaan seseorang dibesarkan dari
pergaulan orang – orang berada di lingkungan keras). Sehingga anak – anak yang melihat ganjaran atau dihargai karena
melakukan kekerasan percaya bahwa kekerasan dan agresi merupakan hal yang dapat
diterima.
Ada dua cara
observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara langsung dan secara tidak
langsung (melalui vicarious reinforcement)Tampaknya metode ini yang
paling berbahaya dalam menimbulkan tindak kriminal. Sebab sebagian besar
perilaku manusia dipelajari melalui observasi terhadap model mengenai perilaku
tertentu.
- Gerard Patterson (direct
experience)
Mereka berpendapat bahwa anak –anak yang bermain secara
pasif sering menjadi korban anak – anak lainnya tetapi kadang – kadang berhasil
mengatasi seranagn itu dengan agresi balasan. Dengan berlalunya waktu anak –
anak ini belajar bela diri dan pada akhirnya mereka memulai perkelahian. Jadi ,
anak – anak sebagimana oorang dewasa dapat belajar agresif bahkan
kekerasan melalui trial and error.
- Ernest Burgess dan Ronald Akers
(differential reinforcement)
Teori ini berpendapat bahwa berlangsung terusnya tingkah
laku criminal tergantung pada apakaha ia diberi penghargaan atau diberi
hukuman. Hukuman dan penghargaan ini diberikan oleh kelompok yang sangat
penting dalam kehidupan si undividu – kelomok bermain (peer group), keluarga,
guru di sekolah dan seterusnya. Jika tingkah laku criminal mendatangkan hasil
positif mereka akan terus bertahan
2.6.5 Pendekatan Teori Kognitif
Pendekatan ini menanyakan apakah pelaku kriminal memiliki
pikiran yang berbda dengan orang “normal”? Yochelson & Samenow (1976, 1984)
telah mencoba meneliti gaya kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal
dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana memproses informasi. Para peneliti
ini yakin bahwa pola berpikir lebih penting daripada sekedar faktor biologis
dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan. Dalam
bukunya the criminal personality (kepribadian
criminal) Yochelson(seorang psikiater) dan Samenow (sorang psikolog). Mereka
menentang para Psikonalis bahwa tindak kejahatan iti bukan disebabkan oleh
konflik internal melainkan pola pikir yang abnormal yang membawa mereka
memutuskan untuk melakukan kelahatan.
Yochelson dan Samenow
mengindenfikasikam sebanyak 52 pola berpikir yang umumnya ada pada penjahat
yang mereka teliti. Keduanya berpendapat bahwa para penjahat adaalh orang yang marah yang merasa suatu sense
superioritas, meyangka tidak bertanggungjawab atas tindakan yang mereka ambil,
dan mempunyai harga diri yang melambung. Tiap dia merasa ada suatu serangan
terhadap harga dirinya, ia akan member reaksi yang sangat kuat, sering berupa
kekerasan.
Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli
manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang
tidak bisa mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola pikir pelaku
kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja
logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat
beda antara pandangan mengenai realitas.
2.6.6 Pendekatan lain dari Beberapa Ahli
A. Mental Disorder
Meskipun perkiraannya
berbeda- beda, namun berkisar antara 20 – 60 % penghuni LP satu tipe mental
disorder (kekacauan mental) atau disebut sebagai Psychopathy or antisocial personality_suatu kepribadian yang
ditandai oleh suatu ketidakmampuan belajar dari pengalaman, kurang merasa
kehangatan/keramahan dan tidak merasa bersalah. Pendapat ini dikemukakan oleh
seorang dokter prancis Philippe Pinel(madness without confusion) atau oleh
dokter inggris bernama James C Prichard (seorang moral insanity) dan oleh Gina
Lombroso Ferrero (seorang irresistible atavistic impulses)
Psikiater
Hervey Cleckey memandang Psychopathy sebagai suatu penyakit serius meski si
penderita terlihat mempunyai kesehatan mental yang sangat bagus akan tetapi apa
yang kita saksikan itu sebenarnya hanyalah suatu mask of sanity atau topeng kewarasan. Para Psychopathy tidak
menghargai kebenaran, tidak tulus, tidak merasa malu, bersalah atau terhina.
Mereka berbohong dan melakukan kecurangan tanpa ada keraguan dan melakukan
pelanggaran verbal maupun fisik tanpa perencanaan.
B. Personality Traits/ Inherited
Criminality (Dugdale dan Goddard)
Pencarian
atau penelitian personality traits
(sifat kepribadian)telah dimulai dengan mencoba menjelaskan kecakapan
mental secara biologis. Feeblemindedness (lemah pikiran), insanity (penyakit
jiwa), stupidity (kebodohan), dan dull wittedness (bodoh) dianggap diwariskan.
Dalam bukunya The Jukes (Dugdale, 1877)buku ini menggambarkan sebuah keluarga
telah terlibat dalam kejahatan karena mereka menderita “degeneracy and innate
depravity” (kemerosotan dan keburukan bawaan). Menurut dugdale bahwa
kriminalitas merupakan sifat bawaan yang diwariskan melalui gen – gen. dugdale
mempelajari lebih dari seribu anggota keluarga yang disebut jakes.
Ketertarikanya pada keluarga itu dimulai saat dia menemukan ena orang yang
saling berhubungan atau berkaitan dalam satu penjara di New York. Mengikuti
satucabang keluarga itu, keturunan dari ada jakes, yang dia sebut sebagai
“mother of criminals” Dugdale mendapati seribu dari anggota keluarga itu 280
orang farkir miskin, 60 orang pencuri, 7 orang pembunuh, 40 orang penjahat
lain, 40 orang penderita penyakit kelamin, dan 50 orang pelacur. Temuan Dugdale
itu menidentifikasikan generasi – generasi criminal,merka pastilah telah mentransmisikan
suatu sifat bawaan yang merosot rendah sepanjang keturunan.
Kesimpulan
serupa diperoleh Henry Goddard (1866 – 1957). Dalam studynya tentang keluarga
besar Martin Kallikak, Goddardmenemukan lebih banyak penjahat di antara
keturunan dari anak tak sah Kallikak disbanding keturunan dari anaknya yang
lain hasil perkawinan barunya dengan seorang perempuan yang berkualitas sama
dengannya.
C
Moral Development Theory
Psikolog
Lawrence Kohlberg, Menurut teory ini, ada tiga pertumbuhan moral yaitu, pertama
tahap pra konvensional disini aturan
moral dan nilai – nilai moral anak terdiri atas “lakukan” dan “jngan
lakukan” untuk menghindari hukuman. Tahap ini berada pada anak –anak yang
berusia 9 hingga 11 tahun.
Psikolog
John Bowlby, adanya kebutuhan akan kehangatan kasih saying dan afeksi sejak
lahir dan konsekuensi jika tidak mendapat hal itu. Dia mengajukan teori of
attachment (toeri kasih saying) yang terdiri atas 7 hal penting : 1. Kasih
saying itu bersifat selektif, 2. Kasih saying berlangsung lama dan bertahan
(duration), 3. Melibatkan emosi (engagement of emotion), 4. Rangkaian
perkembangan, anak membentuk kasih sayang pada satu figure utama, 5. Kasih
sayang hasil dari interaksi social yang mendasar, 6. Kasih sayang mengikuti
organisasi perkembangan, dan 7. Perilaku kasih sayang memiliki fungsi biologis
yaitu survival. Menurt Bowlby orang yang biasa menjadi penjahat sulit
mengadakan ikatan – ikatan kasih sayang.
Pada
kriminolog juga menguji pengaruh ketidakhadirran orang ibu, baik karena
kematian, cerai atau ditinggalkan. Apakah ketidakhadiran dapat menimbulkan
delinquency? Secara emperis masih samar/ tidak jelas dalam hal ini. Namun satu
studi terhadap 201 orang dilakukan oleh Joan McCord meyimpilkan bahwa : kasih sayng serta pengawasan ibu yang
kurang cukup, konflik orng tua, kurangnya percaya diri sang ibu, kekerasan ayah
secara signifikan mempunyai hubungan dengan dilakuknnya kejahatan terhadap
orang atau pencurian. Ketidakhadiran ayah tidak ada korelasinya dengan tingkah
laku
2.6 PROSES INDIVIDU MENJADI PENJAHAT
Sampai
saat ini anggota masyarakat tertentu menghadapi berbagai masalah sosial
yang berkaitan dengan hukum, moralitas
sosial dan masyarakat. Keadilan dan
kesejahteraan masyarakat diragukan pemerataannya dan dipermasalahkan, sebab dan
akibat kenyataan sosial yang merupakan masalah manusia yang mendapatkan
perhatian untuk dicoba digumuli dan diatasi secara rasional, bertanggung jawab
dan bermanfaat. Diharapkan dalam mengatsi permasalahan ini kewaspadaan kita
terhadap akibat-akibat yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan
penderitaan, kerugian lebih lanjut. Dalam usaha mengatasi permasalahan ini
sosiologi hukum dapat memberikan sumbangan dalam usaha memberikan pengertian
dan mecerahkan permasalahan menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional.
Pengertian
yang tepat mengenai manusia dapat membuat kita bisa bersikap dan bertindak
tepat terhadap manusia yang menjadi obyek tindakan kita. Obyek tindakan ini
harus dianggap sebagai sesama subyek. Pandangan yang tepat mengenai manusia ini
dapat pula merupakan pemantapan dalam melakukan preventif dan represif
kejahatan yang oenuh permasalahan dan tantangan. Karena itu pandangan yang
tepat ini perlu dikembangkan dan disebar luaskan, terutama berhubung dengan
adanya perluasan bidang pelayanan menghadapi kesejahteraan akibat perkembangan
sosial dan teknologi pada saat ini dan dihari esok. Sehubungan dengan ini
sebaiknya kita berpendapat bahwa, manusia adalah sesama kita yang sama harkat
dan martabatnya. Pandangan ini dapat mendorong kita untuk juga ikut serta
bertanggung jawab sema kita yang ada.
Orang mau ikut serta
membantu menghadapi masalah kejahatan antara lain karena merasa ikut
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penderitaan para korban adalah hasil interaksi antara
para penjahat dan para korban, saksi (bila ada), badan-badan penegak hukum dan
anggota masyarakat lain.
Diperlukan secara adil
dan hidup sejahtera adalah hak asasi setiap manusia sebagai anggota masyarakat
dan waganegara. Mengusahakan keadilan dan kesejahteraan bagi diri sendiri dan
oarang lain merupakan kewajiban asasi setiap manusia. Keadilan dan
kesejahteraan tidak berada pada seseorang dengan sendirinya, tetapi harus
diperjuangkasn degan cara-cara yang rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat.
Kita harus juga waspada terhadapakibat negatif yang tidak diinginkan dalam
memperjuangkan keadilan dan ksesjahteraan, baik keadilan maupun kesejahteraan
adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara fenomena yang ada
dan saling mempengaruhi. Jadi perlu diperhatikan disini fenomena mana saja yang
relawan dan mempunyai peranan penting yang menghasilkan keadilan dan
kesejahteraan
Dalam masyarakat
modern, sepakat mengusahakan keadilan dan kesejahteraan sering dituangkan dalam
berbagai macam peraturan atau perjanjian yang menjadi hukum sebagai pegangan
pelaksanaannya (hukum adalah simbol yang dapat dilihat). UUD’45 sebagai suatu
hukum dasar yanng merupakan sumber hukum, berbagai macam undang-undang
peraturan atau keputusan pemerintah, bahkan setiap tindakan pemerintah.
Suatu analisa tentang
kejahatan-kejahatan yang luas dan mendalam telah menghasilkan suatu
uraian-uraian/gambaran mengenai tujuh pembedaan kejahatan yang saling
bergantunngan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Secara ideal,
sesuatu perilaku tiada akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua
tujuh unsur tersebut (memenuhi persyaratan). Dengan cara yang sangat
disederhanakan, berikut ini dikemukakan uraian singkat perbedaan tersebut.
1.
Pertama, sebelum suatu perilaku dapat
disebut kejahatan haruslah terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau
kerugian.
2.
Kedua, kerugianharuslah dilarang oleh
undang0undang, haruslah dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana.
3.
Ketiga, haruslah ada “Perilaku” sikap
dan perbuatan; ialah harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu
perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkanakibat-akibat yang
merugikan.
4.
Keempat, adanya motif-motif untuk melakukan kejahatan yang menimbulkan
suatu kerugian.
5.
Kelima, harus ada hubungan kesatuan atau
kesesuaian persamaan satu hubungan kejadian diantara maksud kejahatan dan
perilaku tidak bersamaan.
6.
Keenam, harus ada hubungan sebab akibat
di antara kerugian yang dilarang undang-undang, dilakukan atas dasar keinginan
sendiri, bukan dipaksa orang lain.
7.
Ketujuh, harus ada hukuman yang
ditetapkan oleh undang-undang.
Delik-delik
penyelundupan, manipulasi dalam perdagangan korupsi dan perdagangan obat-obat
bius, adalah kejahatan yang menonjol pengaruh pada waktu sekarang. Pengaruhnya
yang sangat terasa terutama terhadap jalannya pembangunan ekonomi dan keuangan
negara kita dan terhadap psikologi masyarakat khususnya perkembangan jiwa
generasi muda. Karena itulah POLRI memberantas kejahatan-kejahatan yang
“situsional” berat, yang munngkin saja berbeda sikap dan pendapat dengan lain
pejabat/instansi penegak hukum.
2.8
CARA MENCEGAH KRIMINAL
Dalam usaha pencegahan
kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti mengadakan usaha perubahan yang
positif. Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada represif dan koreksi.
Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan organisasi yang rumit dan birokratis.
Usaha pencegahan lebih bersifat ekonomis bila dibandingkan dengan usaha
refrensi dan rehabilitasi. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara
perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti usaha represif dan
rehabilitasi. Misalnya dengan menjaga dir sendiri jangan sampai menjadi korban
kriminaltas, seperti mengunci rumah/kendaraan atau memsang lampu pada tempat
yang gelap.
2.8.1Yang
bersifat langsung.
Kegiatan
pecegahan yang dilakukan sebelum terjadinya suatu kejahatan dan dapat dirasakan
dan diamati oleh yang bersangkutan, antara lain meliputi kegiatan:
1. Pengamanan
obyek kriminalitas dedngan sarana fisik/konkret mencegah hubnungan antara
pelaku dengan obyek dengan berbagai sarana pengamanan; pemberian pagar,
memasukkan dalam lemari besi, dan lain-lain.
2. Pemberian
pengawal atau penjaga pada obyek kriminalitas.
3. Mengurangi/menghilangkan
kesempatan berbuat criminal dengan perbaikan lingkungan; menambah penerangan
lampu, mengubah bangunan, jalan dan taman sedemikian sehingga mudah di awasi.
4. Perbaikan
lingkungan yang merupakan perbaikan struktur sosial yang mempengaruhi
terjadinya kriminalitas. Misalnya perbaikan system ekonomi yang meratakan
pedapatan setiap orang.
5. Pencegahan
hubungan-hubungan tang dapat menyebabkan kriminalitas. Misalnya mencegah antara
si pelaku dengan si korban (si penipu dan korban penipuan).
6. Menghapus
peraturan yang melarang suatu perbuatan berdasarkan beberapa pertimbangan.
Misalnya pengapusan/penarikan Undang-undang cek kosong berdasarkan pertimbangan
menghambat perekonomian.
2.8.2
Yang bersifat tidak langsung.
Kegiatan
pencegahan yang belum dan atau sesudah di lakukan kriminalitas yang antara lain
meliputi;
1.
Penyuluhan kesadaranmengenai; tanggung
jawab bersama dalam terjaninya kriminalitas; mawas diri; kewaspadaan terhadap
harta milik sendiri dan harta orang lain, melaporkan kepada pihak berwajib atau
orang lain bila ada dugaan akan/terjadinya sebuah tindak kriminalitas.
2.
Pembuatan peraturan yang melanggar
dilakukannya suatu kriminalitas yang mengandung didalamnya ancaman hukuman.
3.
Pendidikan, latihan untuk memberikan
kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pisik, mental dan sosialnya.
4.
Menimbulkan kesan akan adanya pengawasan/penjagaan pada kriminalitas
yang akan dilakukan dan obyek.
2.8.3
Pencegahan melalui perbaikan
lingkungan (sebelumm kriminalitas dilakukan) adalah
antara lain sebagai beerikut:
1. Perbaikan
system pengawasan;
2. Perencanaan
dan disain perkotaan;
3. Penghapusan
kesempatan melakukan perbuatan criminal. Misal: pemberiaan kesempatan mencari
nafkah secara wajar untuk dapat memenuhi keperluan hidup,
penghapusan/mengurangi daerah rawan; mengurangi kekhawatiran penduduk terhadap
gangguan perbuatan criminal, pengurangn gangguan, pemikiran mencari jalan
keluar.
2.8.4Pencegahan melalui perbaikan
prilaku (sebelum kriminalitas dilakuan) adalah
antra lain sebagai berrikut:
1.
Pemberian imbalan pada prilaku yang
sesuai dengan hokum;
2.
Penghapusan imbalan yang
menguntungkan dari perilaku criminal;
3.
Patroli polisi untuk pencegahan;
4.
Pengikutsertaan penduduk dalam
pencegahan criminalitas;
5.
Pendidikan para calon korban
kriminalitas; mengenai usaha-usaha pencegahan.
6.
Peningkatan / pengadaan program
asuransi;37
7.
Penguatan ikatan sosial tetangga di
daerah perkotaan.
2.8.5Hasil / akibat pencegaha melajui
perbaikan dan prilaku sebelum kriminalitas dilakukan adalah antara lain sebabagai
berikut;
1. Pengurangan
angka kejahatan / korban kejahatan;
2. Pengurangan
tekanan/beban pada penduduk, polisi, pengadilan dan organisasi pembinaan;
3. Pengurangan
angka gangguan/pelanggaran pada kebebasan penduduk;
4. Pengurangan
pengeluaran untuk kegiatan criminal;
5. Lebih
banyak pengeluaran untuk pengembangan kota, perbaikan lingkungan, pendidikan
dan pemberian kerja.
2.8.6Hasil tersebut di atas menjurus ke
hari kemudian yang berakibat antara lain sebagai berikut:
1. Pengurangan
angka kriminalitas / korban kejahatan;
2. Kondisi
lingkungan yang lebih baik ; pengeluaran yang lebih rendah untuk mengurangi
kriminalitas;
3. Pengeluaran
untuk kesejahteraan yang lebih rendah ;
4. Pembangunan
kembali lingkungan perkotaan dan
5. Pengurangan
penyimpangan perilaku.
2.8.7 Cara
pencegahan setalah tindakan criminal dilakukan serta hasilnya.
a Pencegahan kriminalitas melalui
perbaikan lingkungan ( setelah tindakan criminal dilakukan ) adalah antara lain
sebagai berikut:
1. Pengembangan
system respon yang cepat. Misalnya : adanya tindakan penanganan yang cepat dan
tepat dari pitangi pemuasan dan keinginan fundamental dari pada anggota
kelompok, sehingga mengakibatkan pecahnya kelompok. Gejala sosial seperti
pengemisan, pelacuran, perjudian, pemadatan, perdagangan manusia, penghisapan,
gelandangan, merupakan dan dikualifisir sebagai gejala sosial patologik.
Keadaan
kemiskinan yang secara sederhana
merupakan deficit in the relation
of consumers resources to the need for consumers expenditures, memeng dapat
merupakan suatu keadaan yang mendorong seseorang melakukan perbuatan yang
tercela sehingga bertentangan dengan
undang-undang.
Russel R. Dynes menyaksikan dalam masyarakat industry
Amerika, kemiskinan yang dialami para penghuni “slum areas “ menyebabkan
demoralisasi tingkah laku menyimpang maupun perbuatan yang melawan hukum.
Cultural lag yang di maksud di sini adalah perubahan salah satu unsur
kebudayaan yang berkembang pesat yang melebihi perkembangan unsur kebudayaan
yang lain.
Majunya
komunikasi (di darat) dan membanjirnya kendaraan belum di imbangi dengan
kemajuan teknik pembuatan jalan yang dapat menampung kepadatan lalulintas dan
belum diimbangi dengan peraturan-perundangan lalulintas yang memadai.
Pembajakan-pembajakan lagu maupun pemakai jalan dapat terdorong menjadi criminal walaupun mungkin Occasional Criminal maupun Causal criminal.1
Diasumsikan
bahwa di daerah perkotaan kriminalitas berkembang terus sejalan bertambahnya
penduduk, pembangunan, modernisasi dan urbanisasi. Akibatnya perkembangan
keadaan ini menimbulkan keresahan masyarakatdan pemerintah di kota tersebut.
Sehubungan
dengan keadaan ini penduduk dan pemerintah membuat reaksi untuk membrantas
masalah kriminalitas. Tetapi sayang sekali kerap kali usaha ini tidak
memuaskan. Bahkan usaha pemberantasannya, kecualitidak mengurangi kriminalitas
malah hal itu sendiri merupakan kriminalitas atau menimbulkan kriminalitas
lain.
Kriminalitas
adalah suatu hasil interaksi karena adanya interaksi antara fenomena yang ada
dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu dalam membuat kebijaksanaan tentang
perencanaan dan pengelolaan kota perlu diperhitungkan semua fenomena yang dapat
mempengruhi positif atau negative
perkembangan kota dan lingkungan, yang dapat merupakan factor kriminogen
pula. Masalah kriminalitas adalah suatu kenyataan sosial yang tidak dapat
dihindari.2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar