Kamis, 16 Januari 2014

SIVA SIDDHANTA II (PRESENTASI INDIVIDU)

MAKNA DAN FILOSOFIS DAKSINA
Daksina merupakan tapakan dari Hyang Widhi, dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan perwujudan-Nya. Daksina juga merupakan buah dari yadnya.
Hal ini dapat kita lihat pada berbagai upacara yang besar, di mana kita lihat banyak sekali ada daksina. Kalau kita lihat fungsi daksina yang diberikan kepada yang muput karya (Pedanda atau Pemangku), sepertinya daksina tersebut sebagai ucapan tanda "terima kasih" baik sekala maupun niskala. Begitu pula kalau daksina itu kita haturkan kehadapan Hyang Widhi sebagai pelengkap aturan kita dan sembah sujud kita atas semua karunia-Nya.
Selain fungsi di atas, daksina memiliki kegunaan lain dalam upacara yadnya diantaranya yaitu:
A.           Daksina sebagai simbol Hyang Tunggal/ Hyang Guru:
Membuat sarana perlengkapan daksina yang begitu lengkapnya sehingga dianggap cukup untuk mewakili isi seluruh alam semesta yang ada. Maka dengan demikian daksina diartikan sebagai satu kesatuan dan sekaligus sebagai simbol Hyang Tunggal atau Hyang Guru sebagai manifestasi dari Deva Siva sebagai penguasa alam semesta ini.

B.            Daksina sebagai sarana persembahan dalam upacara Yajna:
Daksina adalah sarana perlengkapan yang paling penting dari beberapa jenis upacara Yajna. Sebesar dan semegah apapun pelaksanaan upacara Dewa Yajna, tanpa menggunakan sarana daksina, maka upacara itu belum dianggap sempurna karena menggunakan daksina dianggap sebagai media untuk mendekatkan diri dan mewujudkan kuasa Tuhan, agar tercipta hubungan manusia sebagai bakta yang akan menyembah Hyang Widhi/ Tuhan Yang Maha Esa yang akan disembah.

C.            Daksina sebagai cetusan rasa terima kasih:
Daksina dipersembahkan oleh para baktanya, untuk menyampaikan rasa angayubagia kepada Hyang Widhi beserta manifestasiNya, karena apa yang dimohon bakta dalam melaksanakan dharmanya sehari-hari sebagai umat Hindu mendapatkan sesuai yang diinginkan. Fungsi lain dari daksina ini adalah sebagai sarana untuk media menyempaikan terima kasih kepada para sulinggih atau para pinandita yang ditugaskan untuk melaksanakan/ memuput upacara, juga sebagai bukti rasa bhakti para umatnya disatu sisi merupakan bentuk pelayanan para pandita dan pinandita kepada umatnya.

D.           Daksina untuk memohon keselamatan
Sebagai manusia yang sangat menyadari bahwa jauh dari sempurna, sehingga manusia tidak akan luput dari kesalahan/ khilap serta segala kekurangan-kekurangan, kesalahan dan lupa karena keterbatasan pikiran maka perlu melaksanakan permohonan keselamatan. Khususnya bagi para tukang banten (Serati Banten) kehadiran banten daksina sebagai Sthana Hyang Widhi mutlak sangat diperlukan. Hyang Widhi sebagai manifestasiNya Sang Hyang Devi Tapeni/ Bhatari Tapeni (Devanya Serati Banten) untuk memohon bimbigan keselamatan, dalam melaksanakan pembuatan banten untuk upacara Deva Yajna tidak sampai melakukan kesalahan akibat keterbatasan pikiran seperti, kelupaan. Kebingungan dan lain sebagainya. Para Serati Banten biasanya jika akan membuat sarana bebantenan untuk upacara/ upakara maka akan meletakkan daksina disertai perlengkapan banten yang lain diletakkan di mana sudah disiapkan tempat banten/ pelangkiran di mana para Serati Banten akan bekerja untuk membuat banten. Daksina tidak saja diperlukan oleh Serati Banten, tetapi juga bagi tukang-tukang lainnya seperti tukang unagi bangunan, tukang terang, tukang membuat gayah, tukang gamelan, tukang ukir dan lain-lain yang semua tujuannya untuk ngaturang piuning supaya dalam melaksanakan tugasnya mendapat bimbingan dan keselamatan oleh Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa.

E.            Daksina sebagai Upasaksi (Lambang Hyang Guru):
Pengertian upasaksi terdiri dari dua suku kata, yaitu upa dan saksi, upa dapat diartikan sebagai perantara dan saksi dapat berarti mengetahui. Jadi upasaksi dapat mengendung pengertian sebagai sarana untuk diketahui atau mempermaklumkan, dalam hal ini kepada Hyang Widhi dengan manifestasiNya. Tempat untuk menghaturkan banten upasaksi biasanya dibuat khusus yang diberi nama Sanggar Upasaksi, Sanggar Surya atau bisa juga Sanggar Tawang tergantung besar kecilnya upacara yang dilaksanakan. Sanggar Tawang bisa juga disebut Sanggar Agung biasanya dibentuk bangunan temporer dari bambu petung atau batang pinang yang sudah dikupas terlebih dahulu.
Bentuknya dibikin sederhana ruang atas yang dibagi menjadi tiga ruangan, apabila memakai satu ruangan maka disebut Sanggar Surya. Maka sesuai dengan namanya, maka Sanggar Tawang berarti sthana di angkasa, dan fungsinya adalah untuk mensthanakan Hyang Widhi sebagai aspeknya, sebagai Sang Hyang Catur Lokapala atau Hyang Tri Murti. Oleh umat Hindu sangat diyakini bahwa sthanaNya yang abadi berada di luhuring akasa (di atas angkasa).Setiap aktifitas ritual umat Hindu dari pelaksanaan upacara yang sederhana (nista) sampai ketingkatan upacara yang besar (utama) senantiasa dibuatkan Sanggar Surya atau Sanggar Tawang untuk memohon kehadiran Hyang Surya guna menyaksikan ketulusan hati umatnya yang sedang melaksanakan upacara/ Yajna.
Sebagai upasaksi, banten daksina dijadikan sthana Hyang Widhi, apabila banten daksina tersebut diletakkan pada Sanggar Surya atau Sanggar Tawang sebagai upasaksi, maka sudah jelaslah fungsinya. Biasanya banten daksina di Sanggar Surya atau di Sanggar Tawang tidak berdiri sendiri, tetapi melengkapi atau menyertai banten-banten yang lainnya, seperti banten pejati, banten peras, banten dewa-dewi, catur, suci dan banten lainnya.

F.             Daksina sebagai banten pelengkap.
Mengingat daksina sebagai pelengkap banten-banten lainnya seperti banten pejati, banten pebangkit, banten pulegembal, dan masih banyak lagi banten yang lainnya yang tidak penulis sebutkan satu-persatu. Hal ini disebabkan karena upacara/ upakara atau banten yang digunakan dalam suatu upacara merupakan satu kumpulan ari beberapa jenis banten yang disebut soroh dan setiap soroh hampir selalu menggunakan daksina sebagai runtutannya. Adapun kedudukan daksina yang selalu menyertai banten-banten yang yang lain adalah karena memang unsur yang terdapat dalam daksina sangatlah lengkap, selain itu daksina merupakan kekuatan atau saktinya suatu Yajna. Dengan kata lain suatu upakara Yajna akan menjadi sempurna apabila ada daksinenya. Lebih jelas kita lihat pada upacara Deva Yajna, seperti melaspas, mecaru, Ngenteg Linggih, Upacara Pujawali, Panca Walikrama dan Eka Dasa Rudra. Adapun urut-urutan rangkaian upacara yang umum dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Upakara Ngatur Piuning memulai karya (Nuasin Karya), upakara Nuur (Mendak) Tirtha, upakara untuk Serati Banten (ngelinggihang Sang Hyang Tapini) yaitu Devanya Serati Banten, Upakara RsiBijana, Upakara Mapapada (pada Sanggar Pesaksi) yang ditujukan kehadapan Siwa Raditya dan Giripati, dan upakara di bale Pawedan. Adapun banten daksina yang digunakan disesuaikan dengan besar kecilnya upakara (nista, madya, utama). Namun umumnya pada upacara Deva Yajna dapat penulis sebutkan di atas masih kebanyakan menggunakan daksina gede atau daksina pemogpog di samping daksina pelinggih dan daksina alit.
G.           Daksina sebagai sarana penebusan :
Daksina juga berfungsi sebagai penebusan atas kekurangan alam upakara yang dilaksanakan, terletak pada sesari/ uang. Selain itu uang sesari yang mengandung juga makna simbol ketulusan hati/ sarining manah. Ada juga yang menyebut daksina pemogpog yang mengandung makna sebagai menutup bilamana dalam melaksanakan upakara yajna ada kekurangan, maknanya hampir sama yaitu untuk penebusan.
Berikut merupakan komponen-komponen pembentuk dari Daksina:
1.             Bedongan
Adalah sarana upacara yang dibuat dengan daun kelapa sehingga menyerupai suatu wadah seperti bakul yang dalam bahasa bali di sebut wakul daksina. Nama lainnya dalah bedongan.

2.             Tapak Dara.
Tapak dara merupakan simbol sebagai tanda Swastika, yang mempunyai makna semoga baik, juga sebagai dasar dari pengider. Ke atas menuju Ida Sang Hyang Widhi dan ke samping menuju arah kehidupan alam sekitar.

3.       Beras merupakan simbul udara sebagai cerminan sang hyang bayu yang merupakan sumber pokok kehidupan, dan sebagai simbol benih yaitu benih-benih kehidupan

4.         Kelapa merupakan simbul matahari atau “windu ” yakni cerminan sang hyang sadha siwa. buah yang serba guna (seluruh bagiannya dapat digunakan untuk kehidupan manusia) disimbulkan sebagai bumi dan juga sebagai kepala

5.       Telur merupakan simbul bulan atau “ ardha chandra” yakni cerminan sang hyang siwa.  Telur yang digunakan dalam daksina diusahakan menggunakan telur itik karena itik mampu memilih makanan yang bisa atau yang tidak bisa dimakan, itik juga sangat rukun dengan sesamanya dan dapat menyesuaikan hidupnya baik di darat, air dan juga udara.
6.             Peselan
Peselan ini terdiri dari lima jenis dedaunan yang mewakili lima warna yaitu:
a.       Daun mangga mewakili warna hijau-hitam
b.      Daun durian mewakili warna putih,
c.       Daun langsat mewakili warna kuning,
d.      Daun manggis mewakili warna merah, dan
e.       Daun salak mewakili warna brumbun.
Kelima macam warna daun ini dipergunakan sebagai simbul dari Panca Dewata yaitu warna hitam adalah warna dari Dewa Wisnu, putih adalah Iswara, kuning adalah Mahadewa, merah adalah Brahma dan brumbun (Panca warna) adalah Siwa. Namun demikian, masih banyak yang mempergunakan jenis daun yang lain untuk mewakili kelima daun tersebut seperti daun rambutan, endongan dan sebagainya tanpa mengurangi makna simbolik yang terkandung didalamnya. Karena selain berpatokan pada tattwa setiap upacara juga selalu berpatokan pada Desa (tempat), Kala (waktu), dan Patra (Kondisi).
7.             Gantusan
Gantusan yaitu yang dibungkus daun pisang (2 bungkus). Yang masing-masing diisi dengan segala jenis ikan teri, bumbu (yang melambangkan isi darat dan laut) serta biji-bijian (5 macam) yang mempunyai warna (hitam, putih, merah, kuning dan campuran) sebagai cerminan adanya jiwatman (roh).
8.             Pangi merupakan simbul sarwa pala bungkah cerminan sang hyang boma.
9.             Tingkih merupakan simbul bintang atau “ nata “ yakni cerminan sang hyang parama siwa.
10.         Uang kepeng bolong merupakan simbul “ windu sunia” yakni cerminan “sangkan paran”.
11.         Porosan merupakan simbul silih asih, cerminan dari sang hyang semarajaya semara ratih.
12.         Benang tatebus warna putih
Di atas kelapa diisi dengan benang tatebus warna putih. Penggunaan Benang dalam setiap pelaksanaan upcara keagamaan memiliki makna simbolik sebagai tali penghubung antara yang memuja dan yang dipuja, sebagai pengikat spiritualitas kita dan juga pada upakara-upakara tertentu benang melambangkan usus.
13.    Canang payasan yang sering juga disebut dengan pasucian/pangresikan. merupakan simbul asta aiswarya yaitu sang hyang dewata nawa sanga.
Daksina juga diisi sasari/uang. Daksina secara utuh dalam penggunaannya biasanya dirangkaikan dengan jenis upakara/bebantenan yang lain seperti : peras, ajuman, raka, dan yang lainnya. Rangkaian banten ini biasanya disebut dengan pejati. Namun daksina juga bisa berdiri sendiri apabila daksina tersebut berfungsi sebagai daksina linggih. Namun dalam daksina linggih ini ditambahkan dengan cili yang bermakna sebagai simbol wajah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar