SIVA
SIDDHANTA II
(PENELITIAN
PURA KAWITAN ATAU SANGGAH KELUARGA)
Dosen
Pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H
IHDN
DENPASAR
Oleh:
KADEK
RUSMINI
10.1.1.1.1.3899
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2012
1.
Sejarah
Pura Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung
A.
Babab
Pangeran Tangkas Kori Agung di Desa Tangkas, Klungkung
Dalam cerita Babad Arya Kanuruhan, diceritakan
bahwa Arya Kanuruhan memiliki tiga orang putra yaitu Arya Brangsinga, Arya
Tangkas, dan Arya Pegatepan. Putra dari Arya Kanuruhan yang kedua adalah Kiyayi Tangkas yang sering pula
disebut Pangeran Tangkas. Beliau bertugas (mendapat tugas) dari raja sebagai Rakryan
Apatih, karena Kiyayi Tangkas sangat bakti kepada Dalem, sehingga Pangeran
Tangkas dipergunakan sebagai Rakryan Patih tedeng aling-aling raja. Kesetiaan Pangeran Tangkas terhadap raja maka segala perintah raja tidak pernah
ditolaknya.
Tersebutlah
Pangeran Tangkas diperintahkan oleh Raja untuk memegang tampuk pemerintahan di
wilayah Kertalangu oleh karena pemegang wilayah Kertalangu (keturunan Arya
Demung Wangbang) meninggalkan wilayah tersebut karena mereka dikalahkan oleh
semut. Untuk mengisi dan mengamankan wilayah Kertalangu ditempatkannyalah
Pangeran Tangkas disana. Di Kertalangu inilah akhirnya Pangeran Tangkas tinggal menetap.
Pangeran Tangkas beliau mempunyai seorang putra yang bernama Kiyayi Tangkas Dimade. Karena
dimanjakan, akibatnya Tangkas Dimade buta mengenai huruf sandi.
Pada suatu hari
ada seorang yang dianggap salah oleh raja dan menurut sesana (hukum) orang ini
harus dihukum mati. Orang yang salah ini diutus oleh raja (Dalem) untuk membawa
surat ke Badung (Kertalangu). Adapun isi surat ini adalah:
pa - pa - nin - nga - tu - se - li - ba - ne - te - tih.
Dalam tulisan
rahasia tersebut diatas, Dalem bermaksud membunuh orang yang membawa surat ini,
akan tetapi setelah Sang membawa surat tiba di Kertalangu, maka Pangeran
Tangkas saat ini tidak berada di rumah, karena beliau pergi ke tegalan mencari
burung, oleh sebab itulah anaknya didekati oleh utusan tersebut, dan Tangkas
Dimade yang sedang bekerja di sawah lalu diberikan surat tersebut karena
Tangkas Dimade tidak bisa membaca hurup sandi maka surat yang diberikan oleh
utusan tersebut diterima demikian saja. Setelah surat tersebut diterima maka utusan tersebut pergi dengan cepat.
Pada saat ayahnya tiba di rumah maka ayahnya didekatinya serta diaturkan surat
tersebut kepada ayahnya dan dengan segera surat tersebut di baca isinya,
berkatalah ayahnya kepada putranya Tangkas Dimade. ” Anakku Tangkas, apakah
dosa yang kamu buat terhadap Dalem? karena isi surat ini menyebutkan bahwa ayah
membunuh bagi ia yang membawa surat ini. Siapakah yang membawa surat ini? Apakah dosamu
terhadap Dalem? dan bingunglah ayahnya berpikir-pikir mengenai hal tersebut.
Berkatalah putra beliau ”Ya ayahku sama sekali saya tidak merasa diri bersalah
terhadap Dalem, sedikitpun saya tidak merasakannya, bersalah terhadap beliau
sesungsungan kita.
Mendengar ucapan
putranya itu menangislah ayahnya, sambil menasehati anaknya. Jika demikian
halnya, tetapkanlah pendirianmu sebagai tanda bakti pada raja (Dalem), bila kamu benar, hai ini
merupakan jalan utama yang ditunjukkan kepadamu untuk menuju ke jalan sorga. Banyak lagi nasehat
- nasehat yang diberikan kepada anaknya dalam rangka menghadapi kematian itu. Sehingga
hati anaknya mempunyai keikhlasan untuk siap mati dibunuh oleh ayahnya. Tak beberapa lama
tersebarlah berita di seluruh wilayah Kertalangu bahwa Tangkas Dimade akan
dibunuh oleh ayahanda. Sehingga banyaklah warga desa Kertalangu datang beritanya mengenai hal
ikhwal terjadinya musibah tersebut. Sebelum anaknya dibunuh maka disuruhlah
Tangkas Dimade melakukan persembahyangan, setelah itu dilaksanakannyalah
Upacara mejaya-jaya dengan diberikan puja oleh Pendeta Ciwa dan Buddha. Setelah selesai
upacara mejaya-jaya maka diantarlah putranya menuju setra tempat pembunuhan, di
dalam perjalanan menuju ke setra, Tangkas Dimade diiringi oleh isak tangis
sepanjang jalan, karena Tangkas Dimade sangat sopan dalam pergaulan, dan masih
jejaka, dan sedang senangnya hidup. Setelah tiba di kuburan, disuruhlah Tangkas Dimade
melakukan persembahyangan kearah empat penjuru mata angin di tempat pembakaran
zenasah, untuk memohon tempat yang layak bagi dirinya kepada Sanghyang Dharma.
Setelah selesai melakukan persembahyangan, maka ayah Pangeran Tangkas mengambil
keris lalu menusuk putranya yang tercinta, hanya satu kali tusukan, robohlah
Tangkas Dimade pada saat itu juga.
Diceritrakan
kembali orang yang membawa surat tersebut kini telah tiba diistana Dalem di
Gelgel, lalu menghaturkan sembah kepada raja dengan mengatakan “Maafkan hamba ratu
Dalem, bahwa segala perintah yang tuanku berikan kepada hamba, hamba telah
laksanakan dan kini hamba telah kembali dengan selamat”. Melihat kejadian ini maka terkejutlah
Dalem (raja) dan beliau berkata “Hai kamu utusanku, apa sebabnya kamu cepat
kembali? Siapakah yang kamu berikan surat perintahku itu?
Katakanlah dengan cepat!”. Bersembah sujudlah utusan tersebut, lalu berkata
“Maafkan hamba tuanku, surat perintah tuanku telah hamba berikan kepada putra
dari Ki Pangeran Tangkas, akan tetapi surat tersebut hamba haturkan saat putra
beliau berada di tengah sawah. Oleh sebab Pangeran Tangkas beliau tidak ada di
rumah, dan setelah itu hamba balik kembali ke istana, itulah sebabnya hamba
dengan cepat tiba kembali”. Mendengar uraian yang disampaikan itu maka sangat terkejutlah
sang raja dan segera mengutus seorang utusan untuk lari dengan cepat ke
Kertalangu (Badung) untuk mencegah pembunuhan yang dilakukan oleh Pangeran
Tangkas, walaupun bagaimana cepatnya utusan menunggang kuda, akan tetapi
kecepatan ini sudah terlambat dimana utusan ini telah melihat sendiri mayat
putra Pangeran Tangkas telah terbunuh. Tercenganglah utusan raja karena
terlambat dan segera kembali ke Gelgel. lalu melaporkan hal ini kepada Sang
raja, setelah menerima laporan beliau menjadi diam, dan berkata dalam hati
beliau ”Oh Tangkas engkau bunuh puteramu sendiri yang tidak ada bersalah sama
sekali karena baktimu kepadaku”.
Tersebutlah Pangeran Tangkas sekarang telah di
tinggalkan mati oleh putra beliau, beliau lama tidak mau menghadap kepada Dalem
karena sedih hati beliau, walaupun Dalem telah berkali-kali memanggil beliau
untuk menghadap, akan tetapi perintah Dalem tidak diperhatikan.
Melihat hal semacam ini berpikir-pikirlah Dalem
dan akhimya diutuslah seorang utusan untuk menghadap kepada Pangeran Tangkas di
Kertalangu (Badung), untuk meminta dengan sangat agar Pangeran Tangkas datang
untuk menghadap raja. Pada saat inilah pertama kali Pangeran Tangkas datang ke
Puri Gelgel. Pada saat tibanya Pangeran Tangkas di istana Gelgel, raja sedang
mengadakan rapat dengan para Maha Menteri, Patih, dan lain-lainnya. Melihat
Pangeran Tangkas datang maka raja meninggalkan rapat, lalu menerima kedatangan
Pangeran Tangkas, serta dengan cepat raja berkata “Marilah engkau dekat padaku
Tangkas”, datang bersembahlah Tangkas “Maafkan hamba orang yang hina dina ini
duduk di bawah Tuanku”. Mendengar ucapan Pangeran Tangkas ini dengan nada
sedih, berkatalah kembali Sang Raja ” Hai kamu Kiyayi Tangkas, bangunlah kamu,
dan janganlah kamu duduk di bawah, marilah engkau dekat denganku”. Karena
perintah raja yang tegas ini maka bangunlah Pangeran Tangkas dari tempat
duduknya terbawah, dan berdatang sembah mendekati raja.
Dengan mendekatnya Pangeran Tangkas kepada
raja, maka mulailah raja berkata kembali kepada Pangeran Tangkas, dengan
lembut, dan kata beliau (raja) sebagai berikut:
”Hai Kiyayi Tangkas, aku ingin
bertanya kepadamu, apakah yang menyebabkan kamu lama tidak menghadap kepada
rajamu. Apakah hal tersebut disebabkan karena anakmu yang mati yang disebabkan
perintahku yang kurang tegas itu padamu?”. Mendengar pertanyaan raja ini,
menyautlah Pangeran Tangkas ” Maafkanlah hamba tuanku, hamba lakukan itu semua
karena bakti hamba kepada sungsungan hamba yaitu Tuanku sendiri”. Mendengar
ucapan Pangeran Tangkas itu terketuk hati Sang raja, karena mengenang bahwa
keturunan itu adalah yang amat penting dalam ajaran agama, karena itulah beliau
berpikir-pikir lalu bersabda:
“Hai kamu
Pangeran Tangkas, janganlah karena kejadian tersebut engkau menjadi sedih,
karena hal tersebut sudah berlalu, dan tidak akan bisa kembali lagi, lupakanlah
itu semua! Akan telapi untuk meneruskan keturunanmu itu agar Tangkas jangan
menjadi lenyap, maka kini aku akan memberikan kepadamu seorang istriku yang
sedang hamil, dan umur kandungannya baru 2 ( dua ) bulan, istriku inilah engkau
harus ambil, untuk meneruskan keturunanmu. sehingga keturunan Tangkas tidak putus
akan tetapi ada yang ku minta kepadamu adalah:
1. Janganlahkamu menghilangkan (anyapuh) persanggamaan yang telah dilakukan
olehku sendiri.
2. Apabila anak
itu telah lahir kemudian, maka anak tersebut kamu beri nama dan panggil dengan nama Ki Pangeran Tangkas Kori Agung”
Dari hal
tersebut di atas maka Tangkas lalu berkata “Maafkanlah
hamba Tuanku Dewa Bhatara, apabiia hamba mengambil istri Tuanku, maka hamba
akan terkutuk, sehingga hamba
kena tulah dan hamba disebut langgana oleh seluruh jagat”. Kemudian
berkatalah Sang raja kembali ”Hai kamu Tangkas janganlah kamu berpikir demikian, ini adalah perintahku
dan engkau harus laksanakan”. Karena hal ini merupakan perintah Sang raja, maka istri raja kemudian diambii oleh Tangkas lalu
di bawa ke Badung. Dan sampai di
Badung maka diadakannya suatu upacara perkawinan yang sangat besar dengan mengundang banyak keluarga.
Setelah upacara
selesai maka lama kelamaan lahirlah seorang putra laki yang sangat tampan dan
gagah perkasa yang diberi nama Pangeran
Tangkas Kori Agung. Oleh karena itu gembiralah wilayah Kertalangu
kembali. Di dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa istri raja yang dianugrahkan kepada
Kiyayi Tangkas pada masa mudanya bernama Ni Luh Kayu Mas, yang berasal dari
keluarga Bendesa Mas. Lahirlah putra raja yang bemama Pangeran Tangkas Kori Agung di
tengah-tengah keluarga Tangkas, maka secara biologis beliau adalah putra raja
atau putra dalem. Akan tetapi secara adat, beliau adalah pewaris langsung dari
keluarga Tangkas. Setelah Pangeran Tangkas Kori Agung menjadi remaja putra dan
beliau sering datang dan menghadap Dalem di Gelgel. Melihat hal ini akhirnya Sang raja meminta kepada Pangeran Tangkas Kori Agung, untuk kawin dan
mengawini putri dari keturunan Arya Kepasekan, dengan tujuan agar kesatuan rakyat Bali, keturunan, dan Jawa tetap terpelihara, oleh karena Patih Arya Kepasekan adalah patih Bali yang merupakan keturunan
langsung dari Arya Kepasekan yang pernah datang ke Mojopahit untuk menghadap
kepada Patih Gajah Mada, bersama dengan pembesar Bali lainnya, seperti: Arya
Pasek dan Patih Ulung untuk penobatan raja Bali, demi amannya Bali dari
pembrontakan-pembrontakan orang yang tidak puas terhadap Mojopahit. Berkat usaha dari ketiga Maha Patih Bali inilah akhimya Dalem Sri Kresna
Kepakisan diorbitkan untuk menjadi raja di Bali, oleh Patih Gajah Mada. Untuk mengenang
jasa leluhur dari Arya Kepasekan ini maka diharuskannyalah Pangeran Tangkas
Kori Agung, kawin dengan putrinya. Perkawinan antara Pangeran Tangkas Kori
Agung dengan Putri Arya Kepasekan, lahirlah seorang putri yang bernama Gusti Ayu Tangkas Kori Agung
Untuk melanjutkan keturunan dan Pangeran Tangkas Kori Agung dan mempererat
hubungan dengan Pasek Gelgel, karena Pasek Gelgel berada di Gelgel yang merupakan pusat ibu kota
kerajaan Gelgel dan Puri juga berada di Gelgel. Untuk itu demi amannya Puri dikawinkannyalah Gusti Ayu Tangkas Kori
Agung dengan Gusti Agung Pasek Gelgel.
Menurut Babad
Pasek yang diterjemahkan olah I Gusti Bagus Sugriwa, penerbit Toko Buku
Balimas, tahun 1982, halaman 82, maka dijelaskanlah status parkawinan ini
sebagai berikut: “Hai anakku
Gusti Agung Pasek Gelgel, karena engkau suka kepadaku, kini bapak menyerahkan
diri kepadamu, oleh karena bapak tidak mempunyai keturunan laki (tidak beranak laki-laki) kini ada seorang anakku perempuan, saudara sepupu
olehmu, apabila kamu suka, bapak berilah kepadamu, Gusti Ayu. Dan lagi ada harta benda bapak, yaitu isi rumah tangga serba sedikit, pelayan
200 orang, semuanya itu anakku menguasainya. Pendeknya engkau menjadi anak
angkatku. Kemudian bapak pulang ke alam baka, supaya anakku menyelesaikan
jenazahku. Yang penting permintaanku ialah agar sarna olehmu melakukan upacara
sebagai Bapak kandungmu sendiri, dan peringatanku kepadamu, oleh karena dahulu ada permintaan Pangeran Mas
kepada leluhur kita yaitu supaya jangan putus turunan-turunan kita dengan
sebutan Bendesa sebab supaya
mudah oleh beliau kelak mengingati turunan-turunan beliau bila ada lahir dan
beliau. Kini oleh karena bapak memang berasal dari sana,
sebab itu bapak minta kepadamu bila kemudian ada anugrah Tuhan kepadamu
terutama kepada bapak, adanakmu lahir dari sepupumu Ni Luh Tangkas, supaya ada
juga yang memakai sebutan Bendesa Tangkas itu sampai kemudian supaya mudah
leluhur kita mengingati turunan turunannya nanti di Sorga”. (Babad Pasek oleh 1 Gusti Bagus Sugriwa, Halaman 82, Tahun; 1982).
Demikanlah kata-kata yang dikeluarkan oleh Pangeran Tangkas Kori Agung,
lalu Ki Gusti Pasek Gelgel berunding dengan saudara-saudara sepupu dan
mindonnya, akhimya disetujui oleh semua saudara-saudara Pasek, sehingga akhimya
terjadilah perkawinan sesuai dengan permintaan Pangeran Tangkas Kori Agung. Jadi status perkawinan ini adalah I Gusti Pasek Gelgel selaku sentana yang
kawin dengan I Gusti Ayu Tangkas Kori Agung, diupacarai sangat meriah, di rumah
Tangkas Kori Agung, yang juga hadir dalam perjamuan itu semua keluarga I Gusti Pasek Gelgel, di samping tamu yang lainnya. Dari Perkawinan antara Gusti Ayu Tangkas Kori Agung dengan Gusti Pasek
Gelgel, maka dikaruniai 4 (empat) orang putra dengan nama yaitu:
1. Anak yang pertama bernama Pangeran Tangkas Kori Agung.
2. Anak kedua Bendesa Tangkas.
3. Anak ketiga Pasek Tangkas.
4. Anak ke empat, Pasek Bendesa Tangkas Kori Agung.
Demikianlah
keturunan Tangkas, yang melanjutkan keluarga Tangkas
seterusnya. Karena keluarga
Tangkas terus berkembang dan sangat erat hubungannya dengan raja dan masyarakat. Maka keluarga Tangkas mendapat tugas - tugas dari
raja sebagai berikut:
1. Tangkas Kori Agung adalah pengawal terdepan dari raja lebih-lebih
Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk, yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
Bendesa Tangkas yang merupakan pengawal setia dari raja Dalem Bekung, dan ikut berperang melawan Kryan Batan jeruk, yang berontak sehingga Dalem terkepung, dimana Tangkas sebagai pengawal raja terdepan, dengan susahpayah berperang dengan pasukan Batan Jeruk, yang akhirnya pemberontakan Batan Jeruk dapat dipadamkan, dan Batan Jeruk meninggal di Bunutan.
2. Karena
jasanya sebagai pengawal terdepan dari raja maka Tangkas
diberikan tanda jasa oleh raja berupa:
diberikan tanda jasa oleh raja berupa:
a. Tangkas tidak boleh dihukum mati.
b. Tidak boleh dirampas artha bendanya.
c. Bila Tangkas harus dihukum mati, maka hukuman mati
dapat dilakukan dengan
hukuman buangan selama satu bulan.
d. Bebas pajak.
e. Bila Tangkas harus kena denda lainnya, harus
dihapuskan. Jasmat
kataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.
kataku, bila hakim berani melanggar, semoga terkutuk oleh Tuhan.
3. Melakukan upacara yang ada di Besakih.
Guna memuja leluhur
mereka yang ada di Tanah Jawa, yang kemudian menjadilah Pura Kawitan Tangkas
Kori Agung sekarang. Demikianlah riwayat Arya Kanuruhan, sebagai peletak batu
pertama Pura Kawitan Pangeran Tangkas Kori Agung, di Desa Tangkas, Kecamatan ,
Kabupaten Klungkung.
B.
Pura
Dadia/Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung di Desa Antiga, Kecamatan Manggis,
Karangasem
Diceritakan
bahwa dahulu Leluhur dari Pangeran Tangkas Kori Agung mengadakan perjalan bersama
keluarga. Namun ditengah perjalanan menuju kembali ke Daerah Tangkas di
Klungkung terjadi banjir besar sehingga tidak bisa kembali. Para Leluhur
Pangeran Tangkas Kori Agung ngiasa/tinggal disana sementara waktu dan jika
mereka selamat dalam kejadian ini, suatu hari nanti akan mendirikan pura
Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung di Dusun Yeh Malet, Desa Antiga,
Kecamatan Manggis, Karangasem. Itu sejarah singkat mengenai pembangunan Pura
Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung di Dusun Yeh Malet, Desa Antiga,
Kecamatan Manggis, Karangasem. Karena sumber wawancara terbatas jadi penulis
hanya mewawancarai satu orang narasumber yang sekiranya mengetahui sejarah
singkat dalam pendirian Pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung di Dusun Yeh Malet, Desa Antiga, Kecamatan
Manggis, Karangasem. (sumber wawancara dengan Nyoman Sumerta)
(Gambar Tampak Depan Pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung) |
(Gambar
Pura Penataran Pangeran Tangkas Kori Agung)
|
C. Pura
Kawitan atau Sanggah Keluarga di Dusun Seraya, Desa Antiga, Kecamatan Manggis,
Karangasem
Dalam
pembuatan Tugas ini karena keterbatasan Sumber, baik buku maupun subyek
wawancara karena para tetua telah banyak yang wafat. Secara singkat pembuatan
sanggah keluarga di Dusun Seraya, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Karangasem
ini untuk mengingatkan bahwa kita satu kelurga/saudara satu garis keturunan
dari leluhur dan karena banyak anggota keluarga yang tinggal jauh atau merantau
di Denpasar, Badung, Gilimanuk, Buleleng dan Lombok. Anggota Keluarga yang
sekarang ada dan masuk ke dalam keluarga ini terdiri kurang lebih 30 KK (kepala
keluarga). Sanggah Keluarga ini didirikan sekitar tahun 1976, dan mengalami
renovasi tahun 2010. Dalam pembuatannya diukur menggunakan Sima karma atau
tampak kaki sebanyak 45 tampak kaki (langkah) berbentuk bujur sangkar
(persegi). Terdiri dari 3 bangunan yaitu Bale Gong, Bale Pesandekan dan
Palinggih-Palinggih dalam Pamerajan.
2.
Makna
Masing-Masing Palinggih di Pura Kawitan/Sanggah Keluarga
Sanggah
Pamerajan berasal dari kata Sanggah, artinya tempat suci; dan pamerajan berasal
dari Praja artinya keluarga. Jadi Sanggah Pamerajan artinya tempat suci bagi
suatu keluarga tertentu. Untuk singkatnya orang menyebut secara pendek Sanggah
atau Merajan. Fungsi dari Sanggah Keluarga ini adalah:
a. Sebagai
tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dan Para Leluhur/Kawitan.
b. Sebagai
tempat berkumpul sanak keluarga dalam upaya mempererat tali keluarga.
c. Sebagai
tempat kegiatan sosial/pendidikan yang berkaitan dengan Agama.
Berikut ini
penjelasan masing-masing palinggih yang ada di Sanggah Keluarga penulis:
A.
Palinggih
Kawitan (Rong Dua)
Palinggih
Kawitan/Rong Dua adalah sebuah bangunan suci yang beruang dua tempat memuja
leluhur. Di masyarakat Hindu khususnya di Balli bangunan ini diberi nama bermacam-macam
sesuai dengan loka dresta, ada yang menamakan linggih Hyang Kompiang, ada yang
menyebutkan linggih Bethara Hyang, dan ada juga yang memberi sebutan linggih
kawitan. Bangunan ini adalah merupakan stananya para Rokh-rokh Suci (Dewa
Pitara) dari suatu clan/keturunan dengan sebutan “Sang Hyang Sri Prajapati” dengan swabhawa atma dan Antaratma yaitu
rokh-rokh yang bersifat purusa dan predana.
v
Mantra yang digunakan
dalam pemujaan Palinggih Kawitan
v
Busana untuk Palinggih
Kawitan ini ialah
v
Banten yang digunakan
saat persembahyangan atau piodalan yaitu
B.
Palinggih
Pengelurah
Bangunan
suci ini memiliki dua macam bentuk, ada yang memakai bentuk tepas sari (seperti
gedong) dan ada juga yang memakai bentuk tepasana (tidak beratap), kedua-duanya
boleh. Kata panglurah asal katanya lurah yang artinya pembantu (pepatih),
mendapat awalan pe dan sisipan ng menjadi kata kerja, jadi pengelurah artinya
bertugas menjadi pembantunya para Dewa atau Dewata (menjadi patihnya) pada
setiap Pura/Pamerajan. Pengelurah ini merupakan manifestasinya Sang Hyang Widhi
sebagai swabhawa “Butha Dewa” yang
maksudnya setengah Dewa, setengah Butha, termasuk kelompok Gandarwa. Beliau
berfungsi sebagai penjaga para Dewa atau Dewata, disamping sebagai juru bicara
atau sebagai katalisator antara Dewa, Dewata dengan manusia sebagai umatnya.
Dengan kata lain beliau sebagai penyampai dari sembah bhakti umat, dan
penyampaian anugrah dari para Dewa, Dewata kepada manusia melalui kleteg
hatinya manusia.
v
Mantra yang digunakan
dalam pemujaan Palinggih Pengelurah
v
Busana untuk Palinggih
Pengelurah ini ialah
v
Banten yang digunakan
saat persembahyangan atau piodalan yaitu
C.
Palinggih
Kemulan (Rong Tiga)
Penamaan
Ista Dewatanya pada bangunan suci kemulan sesuai dengan sumber-sumber sastra
yang ada, adalah merupakan manifestasi Sang Hyang Widhi setelah bermanifestasi
memberi kekuatan pada jalan simpang Tiga (Marga Tiga) yaitu dengan swabhawa “Sang Hyang Sapuh Jagad”, Beliau
bermanifestasi ke Pamerajan yaitu pada bangunan suci kemulan dengan swabhawanya
sebagai “Sang Hyang Guru Suksma”.
Sang Hyang Guru Suksma memiliki kemahakuasaan Tri Murti, yaitu dengan
manifestasinya Brahma bermanifestasi lagi sebagai “Sang Hyang Sri Guru”, dengan swabhawanya Sang Hyang Atma, yang
memberikan kekuatan gaib pada rong kanan (Tengen). Sang Hyang Sri Guru memiliki
kemahakuasaan untuk mengikat dan mengayomi para rokh-rokh suci leluhur (Dewa
Pitara) yang bersifat purusa (laki-laki). Sang Hyang Guru Suksma memiliki kemahakuasaan
Tri Murtinya dengan manifestasi Wisnunya berupa swabhawa sebagai “Sang Hyang
Sri Adhi Guru” memiliki kemahakuasaan sebagai Antaratma untuk mengikat dan
mengayomi para rokh-rokh suci leluhur yang bersifat predana (perempuan) dan
berstana pada Rong Kiri Kemulan. Selanjutnya Sang Hyang Guru Suksma memiliki
manifestasinya sebagai Siwa dengan swabhawa “Sang Hyang Sri Parama Adhi Guru”
memiliki sifat-sifat keTuhanan yang murni, sebagai sumber dari kekuatan Sri
Guru dan Sri Adhi Guru, sehingga tercipta keserasian, keseimbangan dari dua
kekuatan yaitu kekuatan purusa dan prakerti yang menimbulkan Rwa Bhineda.
v
Mantra yang digunakan
dalam pemujaan Palinggih Kemulan (Rong Tiga) yaitu
v
Busana untuk Palinggih
Kemulan (Rong Tiga) ini ialah
v
Banten yang digunakan
saat persembahyangan atau piodalan yaitu
D.
Palinggih
Surya
Palinggih
Surya, sebuah bangunan suci untuk memuja Sang Hyang Surya Raditya sebagai saksi
segala kegiatan manusia khususnya ritual yadnya. Dalam Lontar Siwagama gelas Surya
Raditya adalah gelar dari Dewa Surya atas anugrah dari Sang Guru (dewa Siwa)
karena bhakti dan kepandaian beliau. Hyang Suryadiberikan anugrah juga sebagai
Upa Saksi segala kegiatan manusia dan pemberi cahaya, pemusnah segala
kegelapan.
v
Mantra yang digunakan
dalam pemujaan Palinggih Surya yaitu:
v
Busana untuk Palinggih
Surya ini ialah
v
Banten yang digunakan
saat persembahyangan atau piodalan yaitu
E.
Palinggih
Gedong Sari
Bangunan
suci ini merupakan simbul (sawitarka) bahwa manifestasi Sang Hyang Widhi yang
berstana atau distanakan pada bangunan ini memiliki suatu fungsi profesi sesuai
dengan kebutuhan manusia di dunia. Manifestasi Sang Hyang Widhi yang distanakan
pada bangunan ini adalah “Sang Hyang Sri
Sedana”, yaitu merupakan Dewi kesejahteraan dunia (Artha), memberikan jalan
atau petunjuk kepada manusia melalui nalurinya untuk dapat mencapai dan
menikmati kehidupan yang sejahtera.
v
Mantra yang digunakan
dalam pemujaan Palinggih Gedong Sari
v
Busana untuk Palinggih
Gedong Sari ini ialah
v
Banten yang digunakan
saat persembahyangan atau piodalan yaitu
F.
Palinggih
Gedong Sari Masatu
Bangunan suci ini berbentuk Gedong Sari
yang merupakan manifestasi Sang Hyang Widhi sebagai “Sang Hyang Sri Dewi” sebagai dewa kesuburan dan menjadi simbul Dewa
Padi dan beras dengan sebutan “Sang Hyang
Manik Galih”.
v
Mantra yang digunakan
dalam pemujaan Palinggih Gedong Sari Masatu
v
Busana untuk Palinggih
Gedong Sari Masatu ini ialah
v
Banten yang digunakan
saat persembahyangan atau piodalan yaitu
G.
Bale
Piasan
Piasan
berasal dari kata Pehiasan artinya tempat mengias atau merangkai simbul,
seperti daksina pelinggih, arca, sebelum distanakan pada bangunan suci dan
tempat upakara yang akan dipersembahkan. Manifestasi Sang Hyang Widhi yang
berstana pada bangunan ini adalah “Sang Hyang Wenang”. Dari kata wenang yang
artinya segala manifestasi Sang Hyang Widhi bisa distanakan pada bangunan
piasan.
H.
Apit
Lawang
Pengertian
Pelingih Apit lawang adalah pelinggih yang berada di depan pintu masuk merajan.
Pelinggih ini terletak disebelah kanan dan kiri pintu masuk. Apit lawang
merupakan stana dari Bhatara Kalla dengan bhiseka jaga-jaga yang bertugas
sebagai pecalang
I.
Palinggih
Penunggun Karang
Bangunan
suci ini merupakan manifestasi Sang Hyang Widhi yang berstana pada bangunan
suci penunggun karang adalah “Sang Hyang
Durga Manik” sebagai kekuatan pelindung, pengayom dan pendidik umat
manusia. Dikatakan sebagai pelindung dan pengayom karena Beliau memiliki
kemahakuasaan menolak perbuatan jahat dan Beliau memberi anugrah jalan
kehidupan manusia agar mencapai keserasian, keseimbangan dan keharmonisan
dengan alam. Dikatakan sebagai pendidik,
apabila manusia tidak ingat dengan keberadaan Beliau maka Beliau akan mendidik
dengan cara mengganggu keserasian, keseimbangan manusia dengan alam sehingga
muncul beberapa masalah seperti sakit, keributan dan lain sebagainya. Dengan
demikian Beliau memiliki dua kekuasaan yaitu kekuatan Dharma dan Wisesa.
3. Banten,
Busana dan Kristalisasi Merajan
Banten yang digunakan
pada saat piodalan di Merajan adalah banten Peras Pejati, Suci 1 Soroh, Peras
Penyeneng dan Prayascite. Yang dilinggihkan pada setiap palinggih yang ada di
Merajan lengkap dengan Daksina Linggihnya. Karena setiap odalan Daksina itu
selalu diganti. Pelaksanaan Piodalan di Merajan Saya setiap enam bulan, yang
jatuh pada Buda Manis Wuku Dukut.Wastra atau busana untuk semua pelinggih itu sama, yaitu Putih dan Kuning. Makna dari penggunaan warna putih dan kuning itu adalah, putih melambangkan
Menurut Dr. Goris, sekte-sekte yang pernah ada di Bali setelah abad IX meliputi Siwa Sidhanta, Brahmana, Resi, Sora, Pasupata, Ganapatya, Bhairawa, Waisnawa, dan Sogatha (Goris, 1974: 10-12). Pada mulanya sekte-sekte tersebut hidup berdampingan secara damai. Lama-kelamaan justru sering terjadi persaingan. Bahkan tak jarang terjadi bentrok secara fisik. Hal ini dengan sendirinya sangat menganggu ketentraman Pulau Bali. Sehubungan dengan hal tersebut, raja lalu menugaskan kepada Senapati Kuturan untuk mengatasi kekacauan itu. Atas dasar tugas tersebut, Mpu Kuturan mengundang semua pimpinan sekte dalam suatu pertemuan yang dilakukan di Bataanyar (Samuan Tiga). Pertemuan ini mencapai kata sepakat dengan keputusan Tri Sadaka dan Kahyangan Tiga. Kesepakatan semua sekte-sekte ini mengatas namakan diri sebagai sekte Siva Siddhanta yang merupakan menggabungan semua sekte-sekte yang ada.
Jadi dapat disimpulkan dalam Merajan/Sanggah Keluarga saya sudah merupakan kristalisasi dari sekte-sekte yang ada ke dalam Siva Siddhanta. Dapat dilihat dari berbagai pandangan yaitu:
1. Pemujaan pada masing-masing pelinggih yang
mewakili sekte-sekte yang ada. Misalnya pada Palinggih Surya merupakan pemujaan
bagi sekte sora yang mengutamakan pemujaan kepada Matahari (Sinar surya).
Kemudian Kemulan dan Kawitan yang merupakan palinggih untuk memuja Tri Murti
dan Leluhur. Palinggih Penglurah yang merupakan kristalisasi Sekte Gonapatya
karena memuja setengah Dewa dan Setengah Bhuta. Palinngih Gedong Sari dan
Gedong Sari Masatu merupakan kritaslisasi dari sekte waisnawa yang memuja sakti
yaitu dewi sri (kemakmuran dan kesejahteraan).
2. Banten yang digunakan merupakan sudah
kristalisasi dalam Siva Sidhanta dapat dilihat dari penggunaan banten pejati
dalam Nawa Dewata dimana bnaten Peras kepada Sanghyang
Isvara, Daksina kepada Sanghyang Brahma, Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu
dan Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva. Dan masing-masing komponen yang juga
merupakan kristalisasi sekte-sekte lain seperti sekte waisnawa penggunaan air
(tirta), tuak, arak dan berem. Sekte Bhairawa dalam penggunaan daging dalam
banten seperti daging ayam, babi dan lain-lain.
3. Wastra/busana pelinggih
yang digunakan merupakan kristalisasi dari Nawa Dewata dimana Putih (Dewa
Iswara) arah timur dan Kuning (Dewa Mahadewa) arah barat. Putih melambangkan
kesucian dan kuning kebijaksanaan. Diibaratkan seperti matahari yang terbit
ditimur lahir dengan kesucian dan tenggelam dengan sebuah kebijaksanaan dalam
berbuat.
DAFTAR PUSTAKA
Musna.Wayan,ddk.1998.Babad Arya Kanuruhan.Karangasem:Warga
Arya Kanuruhan
Gunawan, I Ketut Pasek.2012.Bahan Ajar Sivasiddhanta II.Singaraja:Tanpa
Penerbit
Sudarsana,I.B Putu.1998.Ajaran Agama Hindu Manifestasi Sang Hyang
Widhi.Denpasar:Yayasan Dharma Acarya Mandara Sastra
Keren dan menarik artikelnya , lihat juga disini
BalasHapusexplore keindahan alam jawa timur
misteri dan keindahan gunung kawi
top wisata di jawa timur yang menarik
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.