WEDA
3
(Sloka
Ketuhanan, Upacara, Etika dan Filsafat)
IHDN
DENPASAR
Oleh:
KADEK
RUSMINI
PAH
V/B
10.1.1.1.1.3899
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2013
1.
KETUHANAN
Sloka : bhaktya mam abhijanati
Yavan
yas casmi tattvatah
Tato
mam tattvato jnatva
Visate
tad-anantaram
Sumber : Bhagawadgita
Terjemahan : dengan berbhakti
kepada-Ku, ia mengetahui siapa dan apa sesungguhnya Aku, dan dengan mengetahui
hakekat-Ku, ia mencapai Aku dikemudian hari.
Ulasan : yang mengetahui, atau bhakta menjadi satu
dengan Yang Tertinggi, Pribadi Sempurna, dalam pengetahuan diri dan pengalaman
sendiri, jnana, kebijaksanaan tertinggi dan bhakti, pengabdian tertinggi
memiliki tujuan yang sama. Untuk menjadi Brahman harus dengan mencintai-Nya,
mengetahui Dia sepenuhnya dan masuk ke dalam keberadaan-Nya
2.
UPACARA
Sloka : yajnarthat karmano ‘nyatra
Loko
‘yam karma-bandhanah
Tad-artham
karma kaunteya
Mukta-sangah
samacara
Sumber : Bhagawadgita
Terjemahan : dari tujuan berbuat
yajna itu menyebabkan dunia ini terikat oleh hukum karma, karena itu wahai
Arjuna, bekerjalah tanpa pamrih, tanpa kepentingan pribadi, wahai Kuntiputra.
Ulasan : karm dalam pasal ini mengandung dua
pengertian. Karma yang terikat dalam arti dipengaruhi oleh keinginan-keinginan
untuk mendapatkan pahala dan karma yang karena kewajiban dimana orang tidak
punya pilihan lain karena sifat yang
lekat pada seseorang. Dalam hal ini yang dimaksud adalah karma yang kedua
sehingga kalau dilihat dari keinginan pribadi maka orang yang demikian tidak
lepas dari hukum yajna (kurban). Ia harus rela berkurban demi untuk tugas itu.
Semua kegiatan kerja haruslah dilakukan dalam semangat pengorbanan, demi untuk
Yang Ilahi saja. Dalam hal seperti itu, kegiatan yang harus kita lakukan tak
akan memiliki daya untuk membelenggu lagi.
3.
ETIKA
Sloka : Vrttena raksyate dharmo vidya yogena
raksyate,
Mrjaya
raksyate rupam kulam silena raksyate.
Prawrtti
rahayu kta sadhana ning rumaksang dharma, yapwan sang hyang aji, jnana pageh
ekatana sudhana ri karaksanira, kunang ikang rupa, siradin pangraksan inika,
yapwan kasujanman, kasusilan sadhana ning rumaksan ika.
Sumber : (Sarasamuccaya 162)
Terjemahan : Tingkah laku yang
baik merupakan alat untuk menjaga dharma, akan sastra suci, pikiran yang tetap
teguh dan bulat saja merupakan upaya untuk menjunjungnya, adapun keindahan
paras adalah keberhasilan pemeliharaannya, mengenai kelahiran mulia, maka budhi
pekerti susila yang menegakkannya.
Ulasan : Untuk menjalankan Dharma (kebenaran) dapat
dilakukan dengan Trikaya Parisudha atau perilaku yang disucikan, yaitu manacika
(pikiran), wacika (perkataan), dan kayika (perbuatan). Ketiga hal ini sangat
erat kaitanya dalam kita berprilaku, dari pikiran yang kotor akan melahirkan
perkataan serta perbuatan yang tidak baik. Orang yang memiliki paras kurang
jika tingkah lakunya baik orang itu akan terlihat sempurna dari dalam, dan
walau jika dia lahir dengan paras yang sempurna jika tingkah lakunya tidak
mencerminkan Trikaya Parisudha maka dia selalu terlihat kotor.
4.
FILSAFAT
Sloka : sreyan sva-dharmo vigunah
Para-dharmat
sv-anusthitat,
Sva-dharme
nidhanam sreyah
Para-dharmo bhayavahah.
Sumber : Bhagawadgita
Terjemahan : Lebih baik mengerjakan
kewajiban sendiri walaupun tidak sempurna dari pada dharmanya orang lain yang
dilakukan dengan baik lebih baik mati dalam tugas sendiri dari pada dalam tugas
orang lain yang sangat berbahaya.
Ulasan : Setiap orang harus mencoba untuk memahami
tatanan psikofisik dan fungsinya yang bersesuaian.Hal itu mungkin tidak
diberikan kepada kita semua untuk meletakkan dasar dari
Sistem
metafisika. Namun bagai-manapun juga, kita tidak memiliki pemberian seperti
itu, tetapi yang penting apakah kita dibekali dengan kelima bakat itu atau
hanya satu, tetapi bagaimana kita mengemban kepercayaan yang dibebankan kepada
kita dengan penuh keyakinan. Yang penting, kita harus memainkan peran kita,
baik besar maupun kecil; karena kebajikan manyatakan kesempurnaan dari
kwalitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar